New York Times: Pengungsi Irak Banyak yang Jadi Pelacur di Suriah

Nasib perempuan-perempuan Irak yang menjadi pengungsi di Suriah sangat menyedihkan. Demi sesuap nasi mereka rela menjual diri di Ibukota Damaskus dan sekitarnya. Melihat kondisi ini, para pejabat PBB untuk Urusan Pengungsi akan membicarakan masalah serius ini dengan pemerintah Suriah.

Harian New York Times edisi Selasa (29/5) menurunkan laporan mendalam terkait pelacuran yang dilakukan pengungsi wanita Irak di Suriah ini. Laporan New York Times mengisahkan nasib pilu Ummu Hibbah bersama anak gadisnya yang berusia 16 tahun, yang lari dari ganasnya perang di Irak ke Suriah. Pada koran terbiaan AS itu, Ummu dengan nada pilu mengatakan, "Kami telah kehilangan segalanya saat perang. Sampai (kehilangan) kehormatan kami. "

Ummu Hibbah melarikan diri ke Suriah pada Bulan Rabiul Awwal lalu. Didorong kebutuhan mendesak, sementara kesempatan kerja di Irak sangat sulit. Belum lagi kondisi ayah Ummu Hibbah yang sakit-sakitan, atas dorongan wanita-wanita Irak lainnya yang sudah lebih dulu mengungsi ke Suriah, akhirnya ia bersama anak gadisnya pergi mengadu nasib di Damaskus untuk bekerja di kafe-kafe.

Namun apa daya, ternyata mayoritas wanita-wanita pengungsi Irak di Damaskus banyak yang bekerja sebagai pelacur, meski sebelumnya pemerintah Suriah kerap membantah fenomena ini, sampai kemudian seorang pejabat PBB di Suriah mengungkapkan kecemasannya ihwal wanita-wanita Irak di bawah umur yang dipaksa melacur.

"Kami akhirnya melakukan pembicaraan (masalah ini) dengan pemerintah Suriah. Ini merupakan langkah besar, " aku pejabat itu seperti dikutip New York Times.

Lebih lanjut dikatakan koran AS itu bahwa, kebanyakan wanita Irak mengaku rela menjual diri karena terpaksa. Pasalnya, demi menutupi kebutuhan hidup keluarga. Karena itu, para wanita Irak itu rata-rata melacur atas sepengetahuaan keluarga mereka.

Ar-Rahibah Mari Kalud Naddaf yang bekerja di Daer Ar-Rai Ash-Shalih, Damaskus, memberikan keterangan kepada New York Times, "Kebanyakan wanita-wanita Irak itu tiba di Suriah hidup sendirian, atau dengan anak-anak mereka, karena kepala rumah tangganya terbunuh atau diculik di Irak. "

Naddaf melanjutkan ceritanya, "Kami menemukan di komplek kecil saja ada 119 keluarga (Irak) yang diurus oleh wanita. Sebagian mereka baru pertama kali bekerja sepanjang hidupnya, dan mereka tak punya pilihan kecuali menjual diri demi sesuap nasi. Saya pernah menemui tiga wanita yang kehilangan suaminya. Ketiganya bersaudara. Ketiganya bekerja secara bergantian sebagai pelacur, kemudian uang hasilnya dibagi untuk anak-anak mereka. "

Sementara koresponden New York Times memberikan kesaksian bahwa setengah mobil yang parkir di sebuah kafe yang juga tempat pelacuran adalah berplat negara-negara teluk. Koresponden itu juga menyebutkan bahwa rata-rata wanita Irak membawa pulang ke rumah per malamnya 50 sampai 70 dollar.

Untuk diketahui, PBB mencatat saat ini ada 1, 2 juta pengungsi Irak di Suriah. Namun sumber lain yakin bahwa jumlah pengungsi sebenarnya lebih dari itu.(ilyas/alrb)