Netanyahu dan Mubarak, Membahas Keamanan

Pekan depan Mubarak dan Netanyahu akan bertemu di Cairo. Pertemuan kedua pemimpin akan membahas masa depan ‘ancaman’ kedua negara. Mubarak, ternyata masih membuka pintu untuk Netanyahu, meskipun sebelumnya, pemimpin Partai Yisrael Beiteinu, Avigdor Lieberman, yang sekarang menjadi Menlu Israel, dan telah melakukan sumpah serapah terhadap Mubarak dengan mengatakan : “ Masuklah ke negara” terhadap Mubarak.

Kedua pemimpin itu, Mubarak dan Netanyahu, dijadwalkan akan bertemu di Cairo, Minggu depan, keduanya akan membahas situasi regional, khsususnya masalah Timur Tengah dan Teluk. Keduanya, juga akan mendiskusikan masalah keamanan kedua negara, khususnya menghadapi Hamas, yang oleh kedua negara dimasukkan dalam kategori sebagai ‘ancaman’ masa depan. Padahal, kedua pemimpin itu, Mesir dan Israel, sudah ‘mencekik batang leher’ Hamas, di mana melaui penutupan perbatasannya, dan Isarel dengan melakukan embargo dan isolasi terhadap Gaza, sampai hari ini. “Bagaimana untuk bekerjasama untuk membawa perdamaian dan stabilitas di wilayah ini”, ujar Mubarak.

Netanyahu, yang sejak 31 Maret, mengambil alih kantor perdana menteri itu, menempatkan Cairo, sebagai negara yang penting di kawasan Timur Tengah, yang dapat menjadi ‘batu loncatan’, bagi perluasan pengaruh Israel di kawasan itu. Mesir yang sejak zaman Presiden Anwar Sadat, dan telah membuat perjanjian damai, dan membuat Mesir, tidak lagi dalam posisi ‘vis-vis’ terhadap Israel, dan mendapatkan kembali Gurun Sinai, yang berhasi dirampas Israel dalam perang tahun 1967. Sampai hari ini Mesir menjadi bagian dari kepentingan Israel. Netanyahu menyatakan : “ Kami memahami pentingnya Mesir menjadi jembatan dan membangun hubungan dengan negara Arab yang pragmatis”, ujar Netanyahu.

Masalah-masalah yang akan menjadi topik penting kedua pemimpin itu, Mubarak dan Netanyahu, selain masalah keamanan, juga penyelesaian tentang Kopral Gilad Shalid, yang di tahan fihak pejuang Hamas, yang sampai hari ini belum dibebaskan. Perdana Menteru Ehud Olmert, yang berusaha maksimal memulangkan Kopral Shalid, akhirnya gagal, karena fihak Hamas menginginkan pertukaran tawanan, dan termasuk tokoh-tokoh pejuang Palestina, yang sekarang mendekam di penjara-penjara Israel, yang oleh Israel dituduh terlibat dalam pembunuhan tentara Israel.

Tentu, yang paling mendesak, tak lain mengenai masalah penyelundupan senjata ke Gaza, melalui torowongan, yang benar-benar menjadi momok buat Israel. Usha-usaha untuk menghentikan penyelundupan senjata itu, sudah menjadi topik pembicaraan antara Israel dan AS, bahkan Menlu Israel Tzipi Livni, bertemu di Washington dengan Menlu AS, Condoleezza Rice, sebelum lengser sebagai Menlu, dan menandatangani perjanjian antara Israel-AS, tentang pencegahan penyelundupan senjata di Mesir. Bahkan, perjanjian itu diperluas dengan sejumlah pejabat Eropa.

Belum lama ini, Menteri Pertahanan AS, Robert Gate, berkunjung ke Mesir dan Saudi, membahas masalah keamanan, dan terutama mengenai masalah Hamas, yang dianggap menjadi ancaman. Raja Abdullah dari Saudi, memang menempatkan Hamas sebagai ancaman, hal ini disampaikan oleh Raja Abdullah ketika bertemu dengan ulama Sheikh Dr.Yusuf Qardhowi, yang memimpin sejumlah berkunjung Saudi, dan bertemu dengan Raja Abdullah.

Dan, Mesir terus mengintensifkan usaha-usaha menghentikan penyelundupan senjata ke Gaza, lewat Rafah. Jadi kunjungan Netanyahu itu tak lain ingin menghancurkan Hamas, dan rakyat Palestina, dan memerlukan dukungan Mubarak, yang selama sudah memberikan dukungannya dengan setia kepada Israel. Amerika telah membangun alat yang mendeteksi penyelundupan senjata seharga 30 juta dolar di perbatasan Rafah. Langkah ini diperlukan oleh Netanyahu sebelum berangkat ke Washington, bulan depan, bertemu dengan Barack Obama. (m/jp)