Nestapa para tahanan di Irak bukan hanya terjadi di penjara-penjara yang dikelola oleh militer AS tapi juga di penjara-penjara yang berada di bawah tanggung jawab kementerian dalam negeri Irak.
Sejak militer AS berhasil mengungkap adanya kamp-kamp tahanan rahasia yang dikelola oleh kementerian dalam negeri Irak pada bulan November tahun lalu, militer AS ternyata tidak melakukan tindakan apapun untuk menyelamatkan para tahanan di penjara-penjara rahasia tersebut. Karena sampai saat ini masih ada tahanan yang mengalami penyiksaan dan tindakan sewenang-wenang dari para petugas penjara.
Hal tersebut diungkapkan oleh seorang pejabat AS yang ikut dalam tim inspeksi bersama. Dalam emailnya yang dikirim ke surat kabar The Washington Post, pejabat AS yang dirahasiakan namanya itu mengungkapkan adanya tindakan kekerasan baru yang dilakukan oleh tentara Irak terhadap para tahanan. Ia juga mengatakan bahwa pihaknya sudah membuat preseden dan sudah diberi petunjuk pelaksanaan, tapi karena berbagai alasan, semua petunjuk itu tidak diikuti.
"Saya tidak punya wewenang dalam tim yang melakukan kunjungan ke lokasi itu. Jika punya, saya sudah akan mengeluarkan para tahanan tersebut," demikian kutipan email pejabat AS itu yang dimuat oleh The Washington Post edisi Senin (24/4). Post juga menulis hanya sedikit tahanan yang dipindahkan untuk mendapatkan perawatan medis.
Akhir November tahun lalu, dalam sebuah penyerbuan militer AS menemukan sebuah bunker rahasia yang dijadikan tempat tahanan. Di lokasi itu ditemukan 170 orang tahanan dengan kondisi kekuarangan gizi dan mengalami penyiksaan. Para tahanan itu kebanyakan dari kalangan Sunni Arab yang ditangkapi dan dipenjarakan di bunker rahasia milik kementerian dalam negeri Irak yang didominasi Syiah.
Atas desakan para pejabat AS, pemerintah Irak setuju untuk membentuk tim inspeksi bersama yang akan melakukan inspeksi ke penjara-penjara yang oleh AS disebut-sebut jumlahnya mencapai 1.000 lebih yang tersebar di seluruh Irak.
Jenderal Marinir AS Peter Pace, Kepala Staff Bersama di Irak pada November itu berjanji bahwa tentara AS akan berupaya menghentikan perlakuan tidak manusiawi di penjara-penjara jika mereka mengetahuinya.
Seorang pejabat Irak yang tahu banyak tentang tim inspeksi itu pada The Washington Post mengungkapkan bahwa pada awalnya AS menyatakan akan menunda kebijakan mereka untuk memindahkan para tahanan yang mengalami penyiksaan itu sampai Irak selesai melaksanakan pemilu pada Desember lalu. Alasannya, pengungkapan tentang tindak kekerasan yang dilakukan oleh kementerian dalam negeri Irak merupakan masalah politik yang sensitif.
Namun sampai pemilu selesai dilaksanakan, ujar pejabat itu, pihak AS tidak memenuhi janjinya dan tetap membiarkan para tahanan berada di lokasi penjara rahasia tersebut. AS sendiri mengalami krisis setelah terungkapnya kasus penyiksaan dan pelecehan terhadap para tahanan di penjara Abu Ghraib yang dikelola militernya.
Kondisi Para Tahanan Menyedihkan
Pejabat AS dalam email yang dikirimnya ke The Washington Post mengungkapkan, dalam kunjungan yang dilakukan pada Februari kemarin, tim inspeksi bersama menemukan kasus-kasus penyiksaan baru di penjara-penjara khususnya yang berada di kota Baghdad.
"Sejumlah luka memar ditemukan di tangan, kaki dan pangkal paha. Banyak warga Irak yang mengalami persoalan di bagian bahu, tangan dan jari-jari mereka. Anda juga bisa melihat bekas cambukan di punggung mereka," katanya.
Lebih lanjut pejabat AS itu menulis, kunjungan juga dilakukan sedikitnya ke lima penjara yang berada di bawah kontrol kementerian dalam negeri Irak dan enam penjara yang berada di bawah kontrol kementerian pertahanan.
Di tiga penjara yang dikunjungi, terdapat para tahanan yang ditangkap oleh Brigade Srigala, salah satu pasukan yang berada di bawah komando kementerian dalam negeri Irak. Pasukan ini dituding menargetkan kalangan Sunni sebagai sasaran penangkapan.
Informasi yang disampaikan oleh pejabat AS itu tentang masih berlanjutnya penyiksaan oleh pasukan Irak di penjara-penjara di negeri itu, dibenarkan oleh juru bicara operasional penjara AS Letnan Kolonel Kevin Cury.
"Tanda-tanda penyiksaan termasuk tulang patah mengindikasikan bahwa para tahanan sudah disiksa dengan menggunakan kabel-kabel dan selang karet, ada tanda bahwa mereka digantung dan disundut rokok," ujar Cury.
"Ketika dilakukan inspeksi, diketahui bahwa luka-luka yang mereka alami sudah berbulan-bulan, dan ada indikasi penyiksaan yang dilakukan dalam seminggu sebelum kedatangan tim inspeksi," sambungnya.
Menanggapi penemuan ini, Muntazar Al-Samarrai pejabat kementerian dalam negeri Irak yang pertama kali menghembuskan berita adanya penjara rahasia menuding mantan menteri dalam negeri Bayan Jabr Solagh dan para pejabat senior di kementerian itu sudah menutup-nutupi kasus penyiksaan yang kekejaman terhadap para tahanan. (ln/iol)