Sejumlah negara di Timur Tengah melakukan sensor dan pemantauan yang makin ketat terhadap situs-situs di internet, untuk mencegah para pengguna internet di negara-negara itu mengakses beragam situs yang dinilai tidak layang layak diakses, mulai dari situs porno sampai situs-situs yang bertema hak asasi manusia.
Diperkirakan ada 33, 5 juta orang pengguna internet di kawasan Timur Tengah. Akibat penyensoran itu, mereka sekarang tidak bisa lagi mengakses situs-situs populer seperti Facebook, MySpace, YouTube dan Flickr.
Menurut laporan terbaru organisasi advokasi jurnalistik Reporters Without Borders (RWB), dari 13 negara di dunia yang dikenal paling ketat menerapkan kebijakan sensor terhadap situs-situs internet, lima negara di antaranya adalah negara-negara di kawasan Timur Tengah.
RWB yang kerap melakukan lobi-lobi agar sensorship dilonggarkan menyebutkan, hanya empat negara Arab yang tidak melakukan sensor atau kebijakan sensorshipnya terhadap situs-situs internet sangat longgar. Empat negara Arab itu adalah, Maroko, Libanon, Yordania dan Mesir. Namun, saat ini para politisi di Mesir sedang mempertimbangkan untuk membuat peraturan hukum tentang penggunaan internet.
Beberapa organisasi hak asasi manusia juga menilai Arab Saudi dan Suriah sebagai negara-negara Arab yang sangat ketat menerapkan kebijakan tentang penggunaan internet.
Bulan November kemarin, otoritas pemerintah Suriah menyatakan melarang sejumlah situs, di antaranya situs belanja buku dan musik secara online Amazon. Com. Pemerintah Suriah memberlakukan sistem filter yang disebut Thundercache untuk mem-blokade isi-isi situs Blogspot, Hotmail, Skype dan YouTube, serta sejumlah situs berita berbahasa Arab.
Di Irak dan wilayah Palestina, para pemiliki warnet bahkan pengakses internet sendiri sangat berhati-hati menggunakan internet. Menurut RWB setelah melakukan pemantauan di kedua tempat tersebut, kelompok-kelompok Islam militan sering menyerang warnet-warnet karena dituduh menyediakan tempat untuk mengakses pornografi dan chatting antara laki-laki dan perempuan.
Di Irak, militer AS adalah satu-satunya yang memberlakukan kebijakan sensor terhadap situs-situs internet. Militer AS bukan hanya menyensor sejumlah situs internet sehingga tidak bisa diakses oleh pasukan AS yang sedang bertugas di negeri itu, tapi juga memerintahkan agar warnet-warnet ditutup, terutama di kawasan yang diduga menjadi tempat berkumpulnya para pejuang Irak. AS mencurigai para pejuang Irak itu menggunakan fasilitas warnet untuk mengkordinir rencana serangan mereka.
Negara lainnya yang dianggap sebagai negara yang paling ketat melakukan sensor internet adalah Iran. Pemerintah Negeri Para Mullah itu dilaporkan telah menyaring sekitar 10 juta situs yang dinilai "tidak bermoral", termasuk situs-situs yang bertema politik dan keagamaan.
Hal serupa terjadi di Arab Saudi. Kerajaan ini mem-blok ribuan situs pornografi, agama, politik dan situs-situs hak asasi manusia. Para mahasiswa kedokteran di Saudi bahkan sampai mengeluh karena sulitnya mengakses situs-situs yang memuat studi anatomi tubuh manusia.
Sementara di Mesir, pemerintahnya menawarkan koneksi internet murah dan tidak tidak terlalu ketat melakukan penyensoran. Tak herang jika pengguna internet di Mesir yang jumlahnya mencapai enam juta orang, bisa dengan mudah mengakses situs-situs apa saja termasuk situs porno, atau melakukan video konferensi lewat internet.
Meski demikian, aparat kepolisian Mesir dalam beberapa tahun belakangan ini, menurut RWB, menangkap sedikitnya tiga orang blogger dan memberikan perinngatan keras pada sejumlah blogger lainnya. Para aktivis HAM di Mesir juga menyatakan kekhawatirannya pemerintah Mesir akan melakukan sensor ketat setelah pengadilan Mesir tahun 2006 lalu menyatakan bahwa aparat berwenang boleh mem-blok, men-skors atau menutup sebuah situs internet yang isinya dianggap mengancam keamanan nasional.
Akibat kebijakan sensor internet di sejumlah negara tersebut, terjadi ledakan penggunan proxi server yang memungkinkan pengguna internet menerobos filter atau sensor yang diberlakukan pemerintah negara setempat. Anak-anak muda di Arab dan Iran yang paham teknologi internet, setiap hari menggunakan proxi-proxi baru untuk menembus situs-situs yang disensor pemerintah.(ln/newsobs/arabwn)