Isu pelanggaran HAM terhadap suku minoritas Muslim Uighur di Xinjiang, China sudah lama muncul. Sampai saat ini masih terus menyita perhatian masyarakat internasional.
Kini isu pelanggaran HAM terhadap minoritas Muslim Uighur memasuki babak baru, dengan munculnya surat yang dilayangankan oleh 22 perwakilan negara di PBB, yang isinya berupa kecaman terhadap berbagai kebijakan yang dituduh telah melanggar HAM terhadap minoritas Muslim Uighur. Diantara negara yang terdaftar sebagai penandatangan antara lain: Inggris, Perancis, Australia, Kanada, Perancis dan Jepang.
Duta besar 37 negara di PBB kemudian mengirimkan surat tandingan, yang ditujukan kepada Dewan HAM PBB dan Komisioner Tinggi HAM Michelle Bachelet, yang isinya membela Beijing. Termasuk dalam daftar negara-negara yang mendukung ini antara lain: Saudi Arabia, Suriah, Pakistan, Oman, Kuwait, Qatar, UAE dan Bahrain.
Meskipun para pejuang HAM di Amerika sangat aktif dan galak terkait isu HAM yang menimpa minoritas Muslim Uighur, ternyata Amerika tidak termasuk di dalam daftar salah satu group.
Dengan kata lain, Pemerintah Amerika tidak mengambil sikap dalam masalah ini. Boleh jadi hal ini disebabkan karena pemerintah Amerika sendiri, bersikap rasis terhadap minoritas Muslim di negrinya sendiri. Atau bukan mustahil Amerika justru sebagai motor utama yang menggerakkan isu ini, sebagai senjata untuk memojokkan China, mengingat perang dagang dan perang ekonomi antara dua negara ini membuat Washington kedodoran.
Dengan kata lain Amerika menghindarkan diri untuk muncul ke permukaan, saat menggunakan tangan negara-negara lain untuk memainkan isu ini.
Sejauh ini, pemerintah China meresponnya dengan membuka diri, dan mengundang tokoh-tokoh peduli HAM, tokoh-tokoh Muslim, dan wartawan dari seluruh dunia, untuk melihat dari dekat dan bertemu langsung dengan tokih-tokoh Muslim Uighur di Xinjiang.