Kalangan bankir terkenal di Uni Emirat Arab dan Arab Saudi, mengecam standar ganda yang diterapkan pemerintah AS dalam perekonomian. Mereka khawatir standar ganda AS ini akan berdampak buruk bagi iklim investasi di dunia Arab. Dalam hal ini mereka menunjuk kasus pertikaian antara perusahaan Dubai dan AS dalam pengelolaan enam pelabuhan AS.
"Tindakan AS itu sudah bertentangan dengan prinsip-prinsip perdagangan internasional di mana AS, di mana AS memainkan peran dalam pembuatan prinsip-prinsip tersebut. AS melanggar prinsip-prinsip yang dibuatnya sendiri," kata Sultan Nasser al-Suweidi, gubernur bank sentral Uni Emirat Arab.
Seperti diketahui, setelah melalui perdebatan panjang, pada 13 Februari lalu tercapai kesepakatan bahwa perusahaan Dubai Ports World diperkenankan mengelola pelabuhan-pelabuhan utama AS di New York, New Jersey, Baltimore, New Orleans, Miami dan Philadephia. Kesepakatan senilai 6,8 milyar dollar AS itu, dikecam oleh sejumlah anggota senat AS, sehingga pada 9 Maret kemarin perusahaan Dubai itu memutuskan untuk mengembalikan hak operasional pelabuhan pada AS.
Kritik terhadap AS atas kasus ini juga dilontarkan oleh Gubernur Otoritas Moneter Arab Saudi, Hamad Saud al-Sayyari. "Saya pikir hal ini tidak banyak membantu. Banyak orang yang kecewa karena persoalan ini sudah dipolitisir," katanya disela-sela pertemuan gubernur bank sentral di Bank for International Settlement di kota Basel, Swiss.
"Ini proteksi atau diskriminasi? Perusahaan-perusahaan AS boleh membeli apa saja di mana saja, tapi tidak bagi perusahaan-perusahaan negara lain yang ingin membeli perusahaan AS," ujar Sayyari.
"Pihak AS yang menentang kesepakatan terkait dengan masalah ekonomi dan investasi lewat isu-isu keamanan dan politik merupakan pendekatan yang salah dan ini akan merusak perdagangan dan investasi internasional," sambungnya.
Kontroversi, tambah Sayyari akan menimbulkan dampak negatif pada peluang investasi di AS dan hubungan bisnis antara AS dan Dubai. "Para investor akan berpikir dua kali dan melihat masa depan investasi di AS dengan perspektif yang baru," kritiknya.
Gubernur Bank Sentral Arab Saudi Suweidi menyatakan, setelah kasus pelabuhan itu, hubungan antara Uni Emirat Arab dan AS sudah selayaknya ditinjau kembali.
Standar Ganda Barat Pemicu Lahirnya Ekstrimisme
Kritik atas standar ganda AS bukan hanya datang dari kalangan pelaku ekonomi negara-negara Arab. Belum lama ini, Sekjen Organisasi Konferensi Islam-OKI Ekmeleddin Ihsanoglu mengatakan bahwa standar ganda AS telah memicu lahirnya kelompok ekstrimis. Apa yang terjadi di Abu Ghraib, Basra dan Guantanamo, menurut Ihsanoglu, merupakan contoh jelas sebagai bentuk standar ganda AS
Dalam keterangan persnya di London pekan kemarin, ia menyatakan standar ganda merupakan persoalan Barat dan Eropa yang perlu disikapi dengan kritis. Ihsanoglu berpendapat, jika Barat
dan Eropa memberlakukan nilai-nilai universal yang berlaku di negara mereka, ketegangan global bisa diredam.
"Jika kita bicara tentang hak-hak asasi manusia sebagai hal yang universal, bagaimana seseorang bisa mengatakan ada sejumlah tempat di mana hak asasi manusia tidak berlaku. Ada masalah di sini. Kebebasan berekspresi dan penegakkan hak asasi mereka sudah tercoreng oleh apa yang terjadi di kamp penjara Guantanamo, invasi AS ke Irak dan pendudukan Israel di Palestina," tegas Ihsanoglu.
Ia mengatakan, sikap Barat dan Eropa semacam itu makin menyuburkan ekstrimisme dan memicu munculnya pelaku teroris. Ihsanoglu menekankan, hal ini menunjukkan bahwa munculnya kelompok ekstrimis tidak mewakili kebenaran sejati dari keyakinan umat Islam.
Meski demikian, Sekjen OKI ini menyerukan pada para pemuka Islam untuk menentang radikalisme yang mendukung segala bentuk tindak kekerasan. "Tidak ada satupun yang membenarkan tindakan kekerasan atas nama agama, ideologi dan keyakinan," katanya.
Pada kesempatan itu, Ihsanoglu juga mengungkapkan ketidakpuasannya pada Uni Eropa atas respon mereka dalam kasus publikasi kartun Nabi Muhammad Saw. Ia berharap UE menanggapi kasus ini dengan cara yang lebih fair.
"Saya harus katakan bahwa kami tidak puas dengan hasil pertemuan di Brussels pekan kemarin. Kesimpulan yang yang dihasilkan oleh Uni Eropa tidak seperti yang kami harapkan," kata Ihsanohlu kecewa. (ln/iol)