Nasib Pengungsi Muslim di Mindanao, Adakah Yang Peduli?

Meningkatnya intensitas pertempuran antara pasukan militer Filipina dan kelompok Moro Islamic Liberation Front (MILF) di selatan negara itu, memaksa puluhan ribu Muslim Filipina mengungsi dan jumlah pengungsi dalam dua pekan terakhir terus bertambah.

Hal tersebut diungkapkan pejabat dari Program Pangan Dunia PBB, Mishael Argonza. Menurutnya, para pengungsi kebanyakan berasal dari provinsi Maguindanao yang menjadi bagian wilayah otonomi Muslim Mindanao (Autonomous Region in Muslim Mindanao-ARMM).

Arus pengungsi terjadi sejak militer Filipina mengintensifkan operasi militernya terhadap kelompok MILF bulan Agustus lalu, menyusul gagalnya kesepakatan antara pemerintah dan MILF. Selama beberapa pekan terakhir, pasukan militer Filipina hampir setiap hari menghujani wilayah yang didominasi Muslim itu dengan mortir dan peluru-peluru dari persenjataan artileri.

Akibat pertempuran yang sudah berlangsung setengah tahun lebih itu, jumlah korban tewas mencapai 500 orang, kebanyakan warga sipil yang terjebak di tengak pertempuran dan sekitar 2.000 rumah di Maguindanao dibakar. Akibatnya, lebih dari 36.000 keluarga mengungsi. Tahun 2008, laporan PBB menyebutkan jumlah pengungsi di Mindanao mencapai 600.000 orang. Jumlah pengungsi terbesar dalam satu wilayah, yang pernah terjadi di dunia.

"Kami berharap jumlah pengungsi menurun menjadi 20.000 keluarga bulan depan. Tapi kami malah melihat jumlah orang yang masuk ke kamp-kamp pengungsi kami makin bertambah banyak. Mereka berasal dari desa-desa yang sebelumnya tidak terkena dampak konflik," jelas Argonza.

Argonza mengatakan, satu-satunya cara untuk memulangkan pengungsi adalah mengakhiri konflik dan melanjutkan negosiasi damai antara pemerintah Filipina dan MILF.

Para pengungsi di Mindanao kini hidup dalam gubuk-gubuk yang terbuat dari bambu dan pelepah pohon nipah. Gubuk-gubuk itu dibangun di dua sisi jalan utama provinsi Maguindanao. Mereka juga harus berdesak-desakan dalam masjid-masjid, sekolah, gedung-gedung olahraga dan rumah-rumah penampungan.

"Situasi di sana sangat mengerikan. Kami harus mencari celah kosong untuk membangun rumah kami untuk sementara.Kami tidak punya apa-apa kecuali pakaian dalam tas-tas kami, karena kami tergesa-gesa mengungsi ketika pecahan-pecahan mortir mendarat di dekat rumah kami," tutur Rambay Sudal, ibu dari enam anak.

Konflik berkepanjangan antara pasukan pemerintah dan MILF juga mengganggu perekonomian Mindanao. Ishak Mastura, penasehat bidang ekonomi di kantor gubernur Mindanao mengatakan, meski Mindanao memiliki sumber daya yang menarik, tak satu pun investor yang mau menanamkan modalnya karena situasi konflik.

Mindanao Tengah yang tanahnya dikenal subur, diyakini memiliki kandungan gas dan minyak yang cukup besar. Sedangkan kawasan pegunungan Mindanao memiliki kandungan emas dan tembaga.

"Para investor tidak mau mengambil resiko kerugian yang besar," kata Matsura.

Mindanao menjadi pusat komunitas Muslim sejak agama Islam masuk ke Filipina pada abad ke-13, sekitar 200 tahu sebelum agama Kristen masuk ke negara itu. Jumlah Muslim Filipina saat ini dipekirakan sekitar 5 juta orang. Selama 30 tahun, kelompok MILF memperjuangkan wilayah Mindanao untuk lepas dari Filipina. Sedikitnya 120.000 orang tewas selama pertikaian yang dimulai sejak akhir tahun 1960-an itu. (ln/iol)