Nasib Informan Muslim di Inggris, Habis Manis Sepah Dibuang

Tujuh tahun mengabdi sebagai informan bagi badan intelejen Inggris MI5 dan kepolisian Inggris Scotland Yard, hanya membuahkan kekecewaan bagi Reda Hassaine, seorang imigran Muslim Inggris asal Aljazair.

Ia merasa dikhianati, padahal selama tujuh tahun itu ia mempertaruhkan keselamatan nyawanya sendiri, menyusup ke kalangan Muslim yang dicurigai sebagai ekstrimis, dan melaporkan seluruh informasi yang didapatnya ke M15 dan Scotland Yard.

"Perdana Menteri Gordon Brown mengatakan bahwa ia ingin komunitas Muslim membantu aparat keamanan, memberikan informasi tentang teroris, " kata Hassaine pada surat kabar The Times edisi Kamis (29/11).

"Tapi lihatlah, bagaimana saya diperlakukan. Pertama saya dibuang, sekarang saya dcampakkan, " tukasnya.

Hassaine berimigrasi ke Inggris pada tahun 1994, ketika negaranya Aljazair dilanda pertikaian berdarah. Saat itu ia bekerja sebagai jurnalis. Di London, pada suatu hari, ia melihat sejumlah anggota Kelompok Muslim Bersenjata Aljazair di sekitar Masjid Finsbury Park. Sampai akhirnya ia setuju menjadi informan bagi MI5 dan Scotland Yard setelah ia dijanjikan keamanan dan perlindungan sebagai warga negara Inggris.

Hassaine, pertama kali bergabung dengan bagian khusus Scotland Yard, kemudian bekerja untuk MI5 dengan imbalan 300 poundsterling per bulan ditambah 80 poundsterling untuk biaya-biaya yang dikeluarkannya.

Mulailah Hassaine menyusup ke lingkungan Abu Qatada-tokoh Muslim Yordania yang mendapatkan suaka politik dan dituduh terkait jaringan Al-Qaidah pasca serangan 11 September- dan Abu Hamza al-Masri, tokoh Muslim asal Mesir yang sekarang mendekam di penjara karena dituduh menghasut.

Selama dua tahun Hassaine menyerahkan laporan setiap minggu pada MI5, berisi ceramah-ceramah Abu Hamza dan siapa saja yang datang menemui Abu Hamza. "Saya melakukan apa yang harus saya lakukan, bukan karena saya menginginkan uang tapi karena saya tahu bahwa yang saya lakukan adalah benar, " kata Hassaine.

Identitas Hassaine sebagai informan pernah ketahuan dan ia dipukuli oleh pengikut Abu Qatada. Sejak itu, surat-surat dan telepon-teleponnya tidak pernah dijawab dan ia merasa sedang dihukum karena mengungkap jati dirinya. Status kewarganegaraannya pun terombang-ombing.

"Saya melihat orang-orang yang saya tahu terlibat dalam kejahatan dan kriminalitas berjalan di Finsbury Park, London dan mereka bisa mendapatkan paspor Inggris, " ujar Hassaine.

Ia melanjutkan, "Tapi saya tidak boleh bepergian dengan bebas, tidak bisa bekerja dan melanjutkan kehidupan dengan normal. Saya merasa sedih sekali. "

Kuasa hukum Hassaine sudah menulis surat pada aparat hukum Inggris untuk mencari jalan keluar bagi kasus kliennya itu. "Hassaine dibayar dengan imbalan yang rendah untuk pekerjaannya, tapi ia setuju saja karena dijanjikan status kewarganegaraan Inggris dan akan dilindungi. Tapi, dia malah diancam akan dideportasi dan ia ditempatkan pada posisi yang penuh resiko, " tulis kuasa hukum Hassaine.

Hassaine kini berencana mengajukan gugatan hukum pada MI5 dan Scotland Yard. "Sekarang saya tidak meminta penghargaan, yang saya inginkan adalah keamanan dan perlindungan yang telah mereka janjikan, " tandasnya.

Bukan hanya Hassaine yang mengalami kasus ini, seorang warga Irak yang menghabiskan sebagian besar hidupnya di Inggris, Bisher al-Rawi juga mengalami hal serupa. Setelah beberapa tahun menjadi informan secara sukarela pada MI5, tiba-tiba ia dinyatakan sudah "dijual" pada CIA. (ln/iol)