Nasib Buruh Migran Indonesia di Hongkong yang Memprihatinkan

Pernyataan Sikap
STOP OVERCHARGING! TINGKATKAN PELAYANAN DAN PERLINDUNGAN KJRI HONG KONG BAGI BMI!

Sampai kini, biaya penempatan ilegal atau overcharging tetap jadi momok di kalangan BMI di Hong Kong. Seluruh buruh migran Indonesia (BMI) yang diekspor sebagai pembantu rumah tangga di Hong Kong dikenakan biaya penempatan selangit sebesar HK$21.000 (sekitar Rp 25.000.000). Pemungutan biaya ini dilakukan dengan cara memotong gaji bulanan BMI selama 5 sampai 7 bulan secara ilegal, agen bekerjasama dengan para majikan jahat. Bahkan perkembangan saat ini, banyak BMI di-PHK setelah selesai angsuran biaya penempatannya. Untuk bisa bekerja lagi, BMI harus rela dipotong gaji lagi dengan jumlah yang sama. Akibatnya, BMI di Hong Kong harus mengalami kondisi kerja layaknya budak.

Meskipun biaya penempatan selangit ini jelas ilegal di Hong Kong sebab melanggar ketentuan peraturan perburuhan yang telah ditetapkan pemerintah Hong Kong (employment contract for domestic helper), yang mengatur bahwa seluruh biaya yang dibutuhkan untuk mempekerjakan buruh migran ditanggung pihak majikan. Lebih jauh, pemerintah Hong Kong menetapkan peraturan yang membatasi komisi jasa agency di Hong Kong tidak boleh lebih dari 10% gaji bulan pertama. Karena aksi besaran-besaran PILAR dan GAMMI bulan Februari 2008 lalu, akhirnya Konsulat berjanji menerapkan kebijakan pemerintah Hong Kong yang mengatur komisi agen tidak boleh lebih dari 10% gaji bulan pertama, bagi BMI yang memperpanjang kontrak kerjanya. Tapi sekali lagi ini pun tidak lebih dari janji-janji bohong Konsulat Indonesia. BMI masih harus membayar ratusan bahkan ribuan dolar Hong Kong hanya untuk memperpanjang kontrak kerjanya.

Besarnya eksploitasi yang dirasakan oleh BMI ini terjadi karena kolusi antara pemerintah Indonesia dan PJTKI/agency luar negeri. Pemerintah Indonesia, melalui Dirjen Binapenta, beberapa kali telah mengeluarkan perjanjian (MoU) dengan PJTKI, yang mengatur dan melegalkan tentang besaran biaya penempatan HK$21, 000, yang harus dibayar oleh setiap BMI untuk dapat bekerja di Hong Kong.

Hal ini hanya menunjukan kepada kita, pemerintahan yang dipimpin SBY-Kalla ini, hanyalah rezim penjual rakyat. Sumbangan devisa yang berlimpah yang diberikan BMI kepada Indonesia, tidak berbalas perlindungan dan peningkatan pelayanan.

Penahanan Paspor dan Kontrak Kerja

Selama ini, BMI di Hong Kong sangat bergantung dengan agen penyalur tenaga kerja. Hal ini terjadi karena peraturan pemerintah Indonesia yang tidak memberikan hak kepada BMI untuk melakukan kontrak mandiri (direct hiring), walaupun pemerintah Hong Kong tidak pernah mensyaratkan bahwa pengurusan kontrak harus lewat agency. Namun pemerintah Indonesia memaksa BMI untuk tetap ditangani agen dan melarang kontrak mandiri.

Tidak cukup sampai di sini, agen juga merampas dan menahan paspor dan kontrak kerja milik BMI selama bekerja di majikan. Tindakan kriminal penahanan paspor ini sengaja dilakukan sebagai jaminan supaya membayar cicilan biaya penempatannya, tidak kabur dari rumah majikan meski mengalami penyiksaan dan penganiaan, tetap kembali ke agen jika si BMI di-PHK atau finish kontrak dan menuruti perintah agen.

Meskipun telah banyak BMI lapor ke Konsulat Indonesia di Hong Kong, bahkan menggelar aksi-aksi protes tapi belum ada tindakan kongkret Konsulat untuk menghentikan praktek kriminal ini. Tanggal 7 Desember 2008 lewat Surat Edarannya No. 2303/2007 tentang Pelarangan Penahanan Paspor Nakerwan, Konsulat Indonesia berjanji akan menghukum agen-agen yang terbukti menahan paspor BMI, namun sampai saat ini janji itu belum terbukti dan mayoritas paspor BMI masih tetap ditahan oleh agen. Selama ini konsulat masih menjadikan lemahnya inisiatif BMI untuk melaporkan penahanan paspor kepada konsulat sebagai alasan, namun fakta bahwa penahanan paspor adalah tindakan kriminal yang tidak perlu menunggu laporan dalam pemberantasan praktek tersebut, menunjukan bahwa KJRI Hong Kong berusaha melempar kesalahan kepada BMI atas kegagalan mereka.

Pelayanan Konsulat kepada BMI yang tidak memadai

Jumlah BMI yang terpaksa bekerja di Hong Kong saat ini mencapai 120.000 orang. Hampir seluruhnya adalah perempuan dan bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Sebagai pembantu rumah tangga, BMI diwajibkan untuk tinggal di rumah majikan, hanya hari minggulah, BMI dapat menikmati “kebebasan” untuk sejenak keluar dari kungkungan pekerjaan di rumah majikan.

Atas dasar itulah, pelayanan penuh KJRI Hong Kong di hari minggu sangat dibutuhkan BMI. Namun hingga saat ini, Konsulat menolak untuk memberikan pelayanan penuh mereka di hari minggu, hal ini menunjukan sikap pemerintah Indonesia yang hanya pandai mengeruk pendapatan dari ekspor BMI, tanpa mau bersusah payah memberikan pelayanan dan perlindungan yang sudah seharusnya menjadi hak BMI. Sementara janji pemberlakuan paspor 1 hari jadi bagi seluruh BMI yang dilontarkan sejak bulan Januari 2008 dan pemberian pelayanan penuh bagi BMI yang bekerja di Macau pun belum terjalankan.

Inilah yang mendorong Persatuan BMI Tolak Overcharging (PILAR) dan Gabungan Migran Muslim Indonesia (GAMMI), aliansi 24 organisasi BMI di Hong Kong, kembali turun ke jalan menggelar aksi-aksi protes kepada pemerintah Indonesia atas kegagalannya

memberikan hak-hak dasar dan dan pelayanan bagi warga negaranya diluar negeri. Aksi-aksi protes akan diadakan PILAR dan GAMMI setiap hari minggu sebagai bentuk sikap bahwa BMI tidak lagi dapat menerima perlakuan yang diskriminatif, anti rakyat dan anti demokrasi yang dipraktekan oleh rezim pemerintahan anti BMI, SBY-Kalla, dan aparatus-aparatusnya hari ini.

Untuk itu, PILAR dan GAMMI menuntut kepada pemerintah Indonesia: Hentikan overcharging! Hentikan potongan gaji ilegal! Hentikan praktek penahanan paspor! Berikan pelayanan penuh bagi BMI di hari Minggu! Pembuatan paspor cukup 1 hari jadi! Berikan hak melakukan kontrak mandiri dengan syarat yang mudah bagi BMI! Berikan pelayanan penuh bagi BMI di Macau!

PILAR dan GAMMI tidak akan pernah menyerah menuntut pelayanan dan perlindungan pemerintah Indonesia sebab itu adalah hak rakyat Indonesia di manapun berada.

Hong Kong, 12 April 2008

Kontak: Eni (96081475), Umi (96012454), Hanik (97675637), Heni (64441898), Yanti (91435081), Niken (94310024).

Anggota PILAR: Akhwat Gaul, Alexa Dancer, Al-Fattah, Al-Hikmah, Al-Istiqomah Internasional Muslim Society, Al-Ikhlas, Arrohmah, Asosiasi Tenaga Kerja Indonesia (ATKI-HK), Birul Walidain, Borneo Dancers, Dance in Freedom (DIF), Forum Muslimah Al-Fadhilah (FMA-HK), Ikatan Wanita Muslim Indramayu Cirebon (IWAMIC), Ikatan Wanita Hindu Dharma Indonesia (IWHDI), Java Dance, KREN Dancers, Nur Muslimah Shatín, Peace, Simple Groups, Terali Dancer, Wanodya Indonesian Club.

ATKI-HK (Assosiasi Tenaga Kerja Indonesia Hong Kong)

c/o: APMM, Jordan road no. 2, Kowloon, Hong Kong SAR

phone: +852 23147316 Fax: +852 27354559

blog: atkihongkong.blogspot.com