Muslimah Turki, Kebebasan Berjilbab Masih Jadi Impian

Meski larangan berjilbab di perguruan tinggi sudah dicabut, muslimah Turki masih harus bersabar untuk benar-benar bisa leluasa mengenakan jilbab di kampus-kampus. Karena masih banyak universitas yang tidak membuka pintu bagi para muslimah berjilbab.

Ayse Sekerci, 20, adalah salah seorang Muslimah Turki yang berharap bisa belajar di perguruan tinggi tanpa harus melepas jilbabnya. "Setiap orang sangat berharap dan tampaknya saat itu akan tiba. Tapi setelah melihat apa yang terjadi belakangan ini, semua harapan saya musnah, " keluh Ayse.

Parlemen Turki bulan Februari lalu, memberikan kelonggaran bagi pembatasan jilbab yang selama ini berlaku di kampus-kampus. Para mahasiswi yang berjilbab, hanya boleh mengenakan kerudung tradisional Turki sampai sebatas dagu. Jilbab yang dikenakan sampai menutup leher, masih tetap dilarang di kampus-kampus.

Tapi, masih banyak universitas di Turki yang menolak aturan baru tersebut dan tetap tidak mau menerima mahasiswi berjilbab di kampusnya. Situasi makin sulit, setelah Partai Pembangunan dan Keadilan yang selama ini memperjuangkan agar larangan berjilbab di kampus-kampus dicabut, kini harus berurusan dengan pengadilan. Kelompok sekular Turki mengajukan gugatan hukum agar partai itu dibubarkan, karena dianggap mengancam eksistensi sekularisme di Turki.

Banyak Muslimah Turki yang khawatir, pengadilan akan membuat keputusan yang tidak berpihak Partai Pembangunan dan Keadilan, dan itu akan menjadi lonceng kematian bagi impian para Muslimah untuk bisa kuliah dan tetap berjilbab.

"Saya pikir, jika pengadilan menyatakan Partai Pembangunan dan Keadilan harus dibubarkan, kami harus berjuang selama 10 sampai 15 tahun lagi untuk menormalkan isu-isu semacam ini. Partai-partai baru akan takut membicarakan masalah kebebasan beragama, " kata Neslihan Akbulut, seorang aktivis di Turki.

Meski demikian, banyak kaum perempuan Turki yang tetap optimis bahwa mereka akan mendapatkan hak penuh untuk mengenakan jilbab. Esra Duru, misalnya, mengungkapkan bahwa ia berharap suatu saat nanti puterinya yang kini baru berusia 6 tahun, bisa kuliah dengan mengenakan jilbab.

"Partai Pembangunan dan Keadilan dibubarkan dan jilbab dilarang… tapi kami akan melakukan apapun untuk mendapatkan hak kami, meski itu harus makan waktu sampai 5 atau 10 tahun, " tukas Esra. (ln/iol)