Pada titik tertentu, Nasreen mengatakan ia menghubungi anggota keluarga dan mengatakan bahwa mereka “mungkin tidak akan mampu bertahan malam itu”.
Akhirnya, mereka diselamatkan pada pukul 03:00 pagi, 12 jam setelah pengepungan itu dimulai, saat polisi, didampingi oleh pria Muslim dari Chaman Park dan Indira Vihar akhirnya tiba.
“Kami lari untuk menyelamatkan nyawa, hanya dengan membawa pakaian. Kami bahkan tidak sempat mengenakan sepatu,” katanya.
Beberapa perempuan lainnya di lokasi pengungsian mengisahkan cerita yang sama.
Shira Malik, 19, mengatakan ia dan keluarganya berlindung di rumah tetangga. “Kami terjebak. Batu dan bom molotov berdatangan bak hujan.”
Banyak perempuan bercerita bahwa banyak dari mereka hampir dilecehkan malam itu. Para penyerang, menurut mereka, menarik hijab dan merobek pakaian mereka.
Seorang ibu dari bayi berusia satu tahun menangis saat ia bercerita bagaimana pakaiannya dirobek oleh beberapa pria yang memasuki rumah mereka.
Seorang perempuan lain yang berusia 30-an mengatakan satu-satunya alasan ia masih hidup adalah karena ia mendapatkan bantuan dari tetangga Hindu.
“Tetanggaku mengatakan pada para penyerang itu, `Dia adalah keluarga kami. Tidak ada perempuan Muslim di sini.` Saat kelompok penyerang itu pergi, tetanggaku membantuku kabur,” katanya.
Kekerasan yang terjadi dalam beberapa hari terakhir ini bermula dari Minggu sore, ketika kekerasan berskala kecil terjadi antara kelompok pendukung dan penolak undang-undang kewarganegaraan yang baru.
Dalam beberapa jam, kekerasan tersebut menjalar ke area lain, termasuk Shiv Vihar dan Chaman Park.
Sembari berjalan mengelilingi area tersebut, saya melihat jalan-jalan yang menjadi saksi kekerasan itu. Puluhan polisi anti huru-hara berjaga-jaga untuk mencegah kerusuhan susulan.
Batu-batuan yang digunakan untuk melempari bangunan masih bertebaran, sementara banyak kendaraan, rumah dan toko yang hangus terbakar. Di Shiv Vihar terdapat masjid yang juga hangus terbakar.
Di pusat pengungsian di Indira Vihar, para pengungsi perempuan mengatakan mereka tidak tahu kapan mereka bisa kembali ke rumah.
Shabana Rehman mengatakan anak-anaknya terus bertanya kapan mereka bisa pulang.
“Rumahku habis dibakar para penyerang. Ke mana kami bisa pulang? Bagaimana masa depan anak-anakku? Siapa yang akan mengurus kami? Kami sudah kehilangan semua dokumen,” katanya sambil menangis.
Rumah yang telah ia tinggali selama puluhan tahun di Shiv Vihar tak seberapa jauh dari tempat ia mengungsi, tapi jaraknya tampak tidak dapat terjembatani.(bbc/glr)