Janji pemerintah Thailand untuk mengucurkan lebih banyak dana bantuan dan membuat proyek-proyek untuk warga Muslim, ditanggapi dingin. Bagi Muslim Thailand, uang tidak ada gunanya jika pemerintah Thailand masih menerapkan kebijakan kekerasan terhadap mereka.
Perdana Menteri Thailand, Abhisit Vejjajiva hari Minggu kemarin menjanjikan dana bantuan sebesar 1,58 milyar dollar untuk membiayai proyek-proyek investasi di provinsi selatan Thailand yang mayoritas penduduknya Muslim. Vejjajiva meyakini, bantuan untuk pembangunan di wilayah itu akan menyelesaikan persoalan Muslim Thailand dan mampu merebut hati Muslim agar mendukung pemerintahan Thailand.
Yusuf, warga Muslim di provinsi Pattani, menanggapi dingin pernyataan perdana menteri Thailand. "Uang tidak akan bisa mengubah apa yang terjadi. Tak seorang pun bisa menggunakan uang, untuk mengakhiri problem di sini," kata Yusuf.
Menurut Yusuf, ide bantuan dana investasi itu ide yang sia-sia karena uang bantuan itu bisa saja jatuh ke tangan para kelompok militan. "Investasi tidak akan membuat kekerasan ini berakhir. Para pejabat yang korup akan mengambil uang itu untuk diri mereka sendiri," ujar Yusuf.
Ia mengatakan, bagi warga Muslim di Thailand Selatan yang terpenting adalah pihak militer Thailand menghentikan tindak kekerasan dan tidak menerapkan kebijakan yang menindas warga Muslim. "Kebijakan pemerintah Thailand-lah yang harus disalahkan. Pemerintah harus paham bahwa cara hidup kami berbeda dengan cara hidup orang Thailand," tukas Yusuf.
Warga Muslim yang mendiami provinsi-provinsi di Thailand Selatan, antara lain Pattani, Yala dan Narathiwat sudah lama mengalami diskriminasi yang dilakukan oleh pemerintah Thailand dalam berbagai lini kehidupan. Pemerintah Thailand juga mengerahkan militernya untuk menumpas apa yang mereka sebut kelompok militan Muslim yang menyebabkan lebih dari 3.500 orang tewas selama lima tahun pertikaian.
Militer Thailand memberlakukan dekrit yang dijadikan alasan untuk melakukan penggeledahan, pengerahan kekuatan bersenjata untuk menyerang desa-desa Muslim dan menangkapi ratusan warga Muslim yang dicurigai sebagai anggota kelompok militan Muslim.
Seorang warga Muslim, Bearmah mengatakan, pertempuran yang terjadi adalah pertempuran antara militer dan kelompok pemberontak. "Kami tidak butuh mereka karena kami bisa melindungi diri kami sendiri. Undang-Undang Darurat dijadikan alat untuk menangkapi orang tak berdosa, memenjarakan mereka berbulan-bulan, bahkan mereka disiksa," ungkap Bermah.
Ia mempertanyakan, bagaimana bisa pemerintah Thailand merebut simpati warga Muslim jika kekerasan masih berlangsung. "Kalau pemerintah memang ingin mengakhiri kekerasan, pemerintah harus menangkap para pelaku pembunuhan terhadap warga Muslim. Saya curiga, aparat berwenang yang melakukannya," kata Bearmah merujuk pada peristiwa serangan ke sebuah masjid di Narathiwat pekan lalu, yang menewaskan 10 warga Muslim.
"Muslim tidak membunuh Muslim lainnya yang sedang salat di masjid," sambung Bearmah menguatkan kecurigaannya pada militer Thailand. (ln/iol)