Muslim Prancis bereaksi keras atas kampanye anti-burka yang digulirkan sekelompok anggota parlemen Prancis. Mereka mengatakan kampanye itu hanya sebagai upaya sekelompok politisi Prancis yang ingin membuat stigmatisasi terhadap komunitas Muslim, karena jumlah muslimah yang mengenakan burka di Prancis jumlahnya tidak banyak.
Ketua French Council for the Muslim Religion (CFCM) Mohammed Moussaoui mengkritik parlemen yang terlalu membesar-besarkan persoalan burka. "Mengangkat isu seperti ini ke parlemen adalah cara untuk menodai citra Islam dan Muslim di Prancis," tukas Moussaoui.
Ia mengatakan, para wakil rakyat di Prancis lebih baik memfokuskan kinerjanya pada upaya untuk menyediakan lapangan kerja bagi rakyat yang banyak kehilangan pekerjaannya karena krisis ekonomi daripada mengurusi hal-hal yang hanya memicu kecurigaan dan kebencian pada komunitas Muslim.
Prancis, negara Eropa yang paling banyak komunitas Muslimnya, memang sangat membatasi hak-hak warga Muslim. Prancis menetapkan larangan berjilbab di institusi pendidikan dan tempat-tempat publik dan sekarang negara ini mulai meributkan burka.
Tahun 2008 lalu, pengadilan administratif di Prancis menolak memberikan status kewarganegaraan pada seorang perempuan asal Maroko dengan alasan burka yang dikenakan muslimah tidak sesuai dengan hukum sekuler di Prancis dan persamaan gender.
Kampanye anti-burka di Prancis digulirkan ke parlemen oleh anggota parlemen dari kelompok komunis, Andre Gerin. Ia mengklaim makin banyak musilmah berburka di Prancis dan itu mengancam identitas sekularisme Prancis. Gerin mengusulkan agar parlemen membentuk komisi khusus yang menyelidiki hal itu dan mengeluarkan larangan berburka di Prancis.
Usul Gerin mendapatkan dukungan lebih dari 58 anggota parlemen dan keputusan atas usulan tersebut akan diambil lewat voting di Dewan Nasional. "Jika majelis rendah parlemen setuju pembentukan komisi khusus, draft larangan berburka akan dirilis sekitar akhir bulan November," kata Gerin. (ln/iol)