Masalah fatwa dan maklumat resmi yang dikeluarkan pemerintah terkait dengan masalah-masalah keagamaan menjadi bahan perdebatan di kalangan Muslim Perancis. Mereka mempertanyakan apakah fatwa dan maklumat harus bisa diberlakukan untuk umat Islam di seluruh dunia atau terbatas hanya bagi umat Islam di negara-negara tertentu.
Menurut Sekretaris Jenderal Dewan Imam Perancis, Daw Meskin, fatwa-fatwa yang dikeluarkan oleh institusi Islam seperti Al-Azhar di Mesir dan Dewan Fiqih Islam Arab Saudi selayaknya diminta dalam kaitannya dengan isu-isu yang terjadi di kalangan warga Muslim minoritas di Barat.
"Jurisprudensi hukum Islam terkait dengan konsep ‘fitrah’ dalam Islam. Oleh sebab itu, aturan-aturan Islam atau fatwa, terlepas dari pertimbangan geografis, berhubungan dengan konsep ini," ujar Daw Meskin.
Ia mengkritik fatwa-fatwa yang ‘bermotifkan politik’ seperti yang dikeluarkan oleh Union of French Islamic Organization (UOIF) yang melarang warga Muslim ikut-ikutan dalam kerusuhan yang terjadi belum lama ini di Perancis. Ia mengatakan, fatwa kadang-kadang dibuat untuk tujuan politis atau sebagai kehendak dari tokoh-tokoh politik tertentu.
"Fatwa seharusnya tidak diperuntukkan untuk tujuan-tujuan politik atau kepentingan pribadi," kata Meskin dalam forum perdebatan yang diselenggarakan oleh International Institute of Islamic Thought akhir pekan kemarin.
Direktur institut tersebut, Muhammad Al-Mestiri berpendapat, maklumat keagamaan seharusnya memperhatikan situasi-situasi khusus di suatu tempat, misalnya di kalangan warga Muslim minoritas di Barat. Ia menekankan pentingnya mempromosikan apa yang disebutnya sebagai ‘Fiqih Kewarganegaraan’ daripada ‘Fiqih Kelompok Minoritas. Alasannya, mayoritas Muslim Perancis hidup sebagai kelompok minoritas dan bukan warga negara.
"Kita seharusnya mempromosikan konsep kewarganegaraan dan fatwa, sebagai konsekuensinya harus mencakup upaya ini." kata Al-Mestiri.
Pendapat berbeda diungkapkan oleh Anis Querqah, kepala departemen fatwa UOIF. Menurutnya, fatwa yang terkait dengan kerusuhan di Perancis kemarin merupakan respon terhadap ‘realitas yang terjadi di Eropa dengan segala kekhususannya.’
"Jurisprudensi dalam hukum Islam menjadi kunci utama untuk menyikapi persoalan-persoalan yang banyak kita hadapi sekarang ini," sambungnya.
Sementara itu, anggota European Council for Fatwa and Research (ECFR), Al-Tahir Mahdi mengkritik perpecahan yang terjadi di kalangan umat Muslim di Eropa akibat banyaknya lembaga-lembaga fatwa.
ECFR yang berkantor pusat di Dublin, Irlandia misinya melayani warga Muslim yang tinggal di Barat dan memfasilitasi upaya integrasi warga Muslim ke dalam kehidupan masyarakat setempat tanpa harus menghilangkan identitas Islam mereka. Organisasi ini diketuai oleh Ulama besar Syeikh Yusuf al-Qaradawi yang juga mengetuai International Association of Muslim Scholars (IAMS) yang secara rutin melakukan pertemuan setiap dua tahun sekali di Eropa. (ln/iol)