Di tengah maraknya retorika anti imigran yang mewarnai kampanye-kampanye menjelang pemilu presiden di Perancis, warga Muslim di negeri itu berupaya meyakinkan Perancis bahwa mereka bisa menjadi warga negara yang loyal, tanpa harus menghilangkan identitas mereka sebagai Muslim. Hal ini mengemuka menjelang konferensi Paris-le-Bourget yang akan dibuka pada hari ini, Jumat (5/6).
Ketua Union of French Islamic Organization (UOIF)-salah satu lembaga Muslim terbesar di Perancis yang beranggotakan sekitar 200 komunitas Muslim-Lhaj Thami Breze mengungkapkan, "Konferensi Paris-le-Bourget tahun ini akan menyampaikan pesan pada masyarakat bahwa kami bisa menjadi warga negara Perancis yang setia dan pada saat yang sama kami tetap menjaga identitas keagamaan kami."
Konferensi itu akan mengikutsertakan para politisi tingkat tinggi di Perancis dan pemuka Muslim untuk membahas isu-isu yang menjadi perhatian warga Muslim. Di antara para politisi yang akan hadir adalah anggota dari Union for the Popular Movement Party, Christine Boutin, peneliti Olivier Roy dan Vincent Glissieri dan pemuka Muslim yang juga Kepala Islamic Center yang berbasis di Jenewa, Hani Ramadhan.
Ketua UOIF Lhaj Thami Breze menyatakan, konferensi yang akan berlangsung selama empat hari ini diselenggarakan di saat makin memuncaknya sikap anti imigran di negara Menara Eiffel itu. Kondisi ini diperparah dengan diajukannya undang-undang imigrasi yang baru oleh Menteri Dalam Negeri Nicolas Sarkozy, untuk memenangkan suara dari kelompok ekstrim kiri.
"Saat ini sedang memanas perdebatan tentang draft undang-undang yang menerapkan pembatasan-pembatasan atas kehadiran warga negara asing di Perancis dan kemungkinan untuk menyatukan para imigran dengan keluarga mereka," katanya.
Menteri Dalam Negeri Nicolas Sarkozy dalam draft undang-undang imigran yang diajukannya, akan memperketat aturan bagi para imigran yang ingin membawa kerabatnya ke Perancis, memaksa para pendatang baru untuk belajar bahasa Perancis dan pelajaran-pelajaran umum, serta menghapus hak otomatis mereka untuk mendapat izin menetap dalam jangka waktu lama setelah 10 tahun tinggal di Perancis.
Selain mengkritik rancangan undang-undang imigran yang baru itu, Breze juga menyesalkan tudingan-tudingan keji yang dilontarkan seorang kandidat presiden dari kelompok ekstrim kiri, Phillipe Villiers. Dalam kampanyenya, Villiers mengedepankan tema anti Muslim, antara dengan mengatakan agar masyarakat Perancis berhati-hati dengan adanya ‘Islamisasi di Perancis’. Dalam buku yang ditulisnya, Villiers juga menuding bahwa jajaran pegawai di bandara internasional Charles de Gaulle sudah disusupi oleh kalangan ‘Muslim radikal.’ Gara-gara tuduhan ini, pegawai Muslim yang bekerja di bandara itu banyak yang enggan sholat di Musholla bandara karena takut dicurigai polisi sebagai ‘teroris.’
Konferensi Paris-le-Bourget juga akan diramaikan dengan sejumlah kegiatan, antara lain pameran dengan tujuan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang sosok Nabi Muhammad SAW, lomba hapalan al-Quran, kampanye penggalangan dana dan acara-acara musik serta seni Islam.
Konferensi le-Bourget merupakan konferensi terbesar bagi warga Muslim di Eropa. Dalam konferensi tahun 2005, lebih dari 150.000 Muslim dari seluruh Eropa hadir, meningkat dari tahun sebelumnya yang hanya dihadiri sekitar 120. 000 orang.
Warga Muslim di Peracis sendiri saat ini diperkirakan lebih dari 6 juta orang atau sekitar 10 persen dari total penduduk Perancis. Dibandingkan dengan negara Eropa lainnya, Perancis merupakan negara di Eropa yang jumlah warga Muslimnya paling besar. (ln/iol)