Seharusnya setiap Muslim di seluruh dunia menikmati perayaan Idul Adha pada hari Selasa, 15 Oktober lalu , tetapi Muslim di Republik Afrika Selatan Malawi harus tetap diharuskan bekerja setelah komunitas muslim disana gagal meluluskan undang-undang yang mengumumkan hari raya Idul Adha sebagai hari libur resmi .
” Kami telah melakukan lobi yang luas mengenai hal ini . Kami telah melobi pemerintah dan lembaga lainnya mengenai hari libur selama perayaan Idul Adha , seperti kita memiliki liburan pada hari raya Idul Fitri , ” ujar Sheikh Mohammed Idrissa , Ketua Asosiasi Muslim Malawi ( MAM ) .
” Kami memiliki beberapa anggota Muslim di Parlemen untuk membawa isu ini dan dibawa untuk perdebatan . ”
Idul Adha , atau ” Hari Raya Kurban ” , adalah salah satu dari dua perayaan Islam yang paling penting , disamping hari raya Idul Fitri .
Pemerintahan Malawi mengakui hari raya Idul Fitri sebagai hari libur umum pada tahun 1999 , Namun , hari raya Idul Adha tidak diperlakukan dengan cara yang sama .
Dengan jumlah 20 anggota parlemen Muslim di Majelis Nasional dari 193 kursi di negara itu , mayoritas parlemen menganggap pemberlakuan undang-undang yang melayani kalangan minoritas adalah mimpi yang terlalu mengada-ada .
” Parlemen Malawi didominasi oleh legislator Kristen yang kebanyakan dari mereka yang tidak memiliki kepentingan tentang Islam dan Muslim , sebagai akibatnya , masalah tentang komunitas Muslim tidak diperlakukan dengan perhatian yang layak , ” kata Idrissa .
” Desakan untuk memiliki hari libur umum selama perayaan Idul Adha semakin keras dari kalangan umat Islam di seluruh negeri . Tapi karena ini adalah masalah hukum , hal itu dibawa ke parlemen di mana itu akan diperjuangkan untuk disahkan menjadi UU .
” Keberhasilan dari proposal ini akan diperdebatkan di Majelis Nasional , sayangnya jumlah kita di majelis tersebut adalah minoritas . Jumlah kami yang sedikit tidak bisa dengan cara apapun mempengaruhi keberhasilan dalam perdebatan di majelis
Pemimpin Muslim menekankan bahwa Muslim Malawi telah menghindari partisipasi dalam politik di berbagai tingkatan sejak kemerdekaan negara itu .
” Mayoritas keputusan telah dibuat oleh orang-orang Kristen yang sangat mendominasi hampir semua bidang kehidupan publik sejak negara memperoleh kemerdekaan sekitar 50 tahun yang lalu , ” kata Idrissa .
” Pada awalnya , terlihat tampak baik , tapi sekarang kita merasakan konsekuensi dari partisipasi aktif kami dalam politik . Banyak hal-hal yang merugikan kami sekarang di hampir setiap sektor masyarakat , ” tambahnya .
Mwalone Jangiya , seorang legislator Muslim yang mewakili daerah mayoritas Muslim di negara sepakat dengan Idrissa .
” Jumlah umat Islam di Majelis nasional sangat kecil dan tidak dapat memiliki dampak sama sekali selama perdebatan isu krusial seperti liburan yang diusulkan . ” Ujar Mwalone.
Islam adalah agama terbesar kedua setelah Kristen di Malawi .
Muslim mencapai 12 persen dari 14 juta penduduk negara itu .
” Terlepas dari kenyataan bahwa kita adalah agama terbesar kedua di negara ini , kita tidak mendapatkan bagian yang cukup dalam bentuk kualitas pelayanan dan perhatian , karena, di mana keputusan dibuat , kita masih berada dalam kondisi minoritas , ” kata Idrissa . (OI.net/KH)