Perempuan itu berdiri di depan sebuah mobil ambulan. Ia merintih dan meminta dengan sangat kepada supir untuk memberi obat guna menolong anak perenpuannya yang sudah dua hari mengalami demam tinggi. Supir ambulan dengan sigap segera mencari obat-obatan yang bisa meringankan sakit anak wanita tersebut. Tapi, usahanya nihil. Obat-obatan yang dibawanya, habis.
Beberapa menit kemudian, terdengar seruan dari pengeras suara masjid. Diberitakan jatah makanan roti, sudah hampir habis. Saat itu waktu menunjukkan pukul enam sore. Seorang laki-laki tua yang mengumumkan seruan itu mengatakan, “Jatah roti belum sampai sejak pagi tadi. Kepala kampung sebelumnya membagikan roti itu secara gratis sebagai bantuan dari organisasi sosial Islam.”
Inilah sekilas kesusahan yang dialami sekitar 12 ribu jiwa di desa Kfar Shuba, Selatan Libanon. Sejak peperangan berlangsung, hingga berita ini dilansir oleh Islamonline, nyaris tak ada bantuan yang sampai kepada mereka. Kfar Shuba adalah salah satu desa yang menjadi pusat tinggal penduduk Sunni di wilayah Selatan Libanon. Meski demikian putera-putera desa ini, banyak yang bergabung dalam pasukan Hizbullah dan telah mempersembahkan 3 orang syuhada dalam 34 hari peperangan melawan Israel. Ini dijelaskan oleh beberapa tokoh desa kepada koresponden Islamonline.
Dari atas reruntuhan sebuah rumah, di kampung tersebut, Muhammad Jabiri, Kepala Dewan Wakaf Kfar Shuba menunjukkan sebuah tempat di atas gunung di perbatasan desa yang merupakan pusat pantauan Israel terhadap aktifitas desa. Ia mengatakan, “Tak satupun orang yang memperhatikan keberadaan militer Israel di atas gunung itu. Mereka di atas gunung dan tidak ada orang yang bisa sampai ke sana.” Jabiri melanjutkan bahwa desanya sudah sejak tahun 1975 mengalami banyak bencana. “Perkampungan kami diserang lebih dari satu kali. Akibat gempuran itu sampai sekarang banyak bangunan yang belum sepenuhnya direnovasi, meski sudah lewat 30 tahun,” katanya.
Jabiri melanjutkan kisahnya, sejak gempuran Israel itu ada sekitar 300-an rumah yang dalam kondisi rusak dan tidak diperbaiki oleh penghuninya. “Bagaimana lagi kami akan memperbaiki bangunan yang rusak akibat serangan Israel beberapa hari lalu. Kerusakan yang kami alami lebih parah dan lebih menghancurkan.”
Ia menambahkan, “Tak satupun yang kami miliki. Hanya sedikit bantuan yang sampai kepada kami lewat jalur Lembaga Sosial Islam. Mereka mengirimkan beberapa makanan dan obat-obatan. Tapi dibandingkan kebutuhan kami, bantuan itu sangat sedikit dan kurang.”
Ahmad Ghanim Sekjen Urusan Dana Bantuan dan Wakaf di Kfar Shuba mengatakan,”Kami mendengar bahwa Hizbullah akan membantu meringankan penderitaan dan akan memberi bantuan materil kepada mereka yang rumahnya hancur, agar rumah tinggal mereka minimal bisa dijadikan tempat tinggal setidaknya selama satu tahun. Tapi sampai saat ini, setelah 18 hari peperangan, kami belum menerima apa-apa. Dan tidak ada yang mengatakan apapun juga kepada kami. Apa yang harus kami lakukan?”
Menurut Ghanim, kondisi di desanya berbeda dengan desa Bint Jubail yang segera menjadi fokus perhatian dan pemberitaan di banyak media massa. Sampai-sampai negara Qatar yang simpatik dengan penduduk Bint Jubail turut memberi bantuan materil guna membangun sejumlah gedung yang rusak. “Sementara kami sebenarnya tak kalah tangguh menghadapi Israel dibandingkan penduduk Bint Jubail. Israel tidak berhasil menembus daerah kami. Kami adalah tameng perlawanan. Anak-anak kami di sini turut berjuang dan ada tiga orang dari kami yang gugur. Bagaimana orang-orang tidak memperhatikan kondisi kami?” ujarnya lagi.
Beberapa waktu lalu, Hasan Nashrullah, Sekjen Hizbullah memang pernah menyampaikan bahwa ada sejumlah perkampungan di wilayah Selatan yang tidak tersentuh oleh bantuan sampai sekarang, baik bantuan dari pemerintah maupun dari Hizbullah. “Ada beberapa desa di Selatan dan dekat dengan perbatasan yang belum dicapai oleh bantuan disebabkan adanya sejumlah titik yang dikuasai oleh Israel untuk menempuh jalan ke arah desa tersebut. Tapi dalam waktu dua pekan, seluruh desa dan kota di selatan itu akan segera bisa dijangkau oleh bantuan,” ujar Nashrullah dalam siaran Channel New TV, Libanon. Ia lalu menegaskan lagi janjinya untuk memberikan bantuan materil kepada keluarga yang rumahnya hancur agar bisa mendapat tempat tinggal minimal satu tahun, juga bantuan materil harga perabotan rumah, selama pembangunan kembali rumah mereka. "Semua orang, Kristiani, Sunni, Syiah, sampai pendatang yang rumahnya hancur, akan menerima bantuan ini,” ujar Nashrullah.
Syaikh Muhammad, seorang Mesir yang bermukim di Libanon dan menjadi imam masjid di Kfar Shuba mengatakan prediksinya terhadap kondisi masyarakat desa beberapa waktu mendatang. “Masalah akan menjadi semakin berat ketika datang musim dingin. Rumah-rumah mereka hancur dan tak mungkin digunakan melewati musim dingin yang biasanya diiringi dengan turunnya salju,” demikian ujar Muhammad.
Ia melanjutkan penderitaan itu belum lagi dikaitkan dengan penderitaan anak-anak, sekolah dan permasalahan pendidikan yang juga pasti mengalami problem berat. “Karena itu saya sampai seruan permohonan bantuan kepada seluruh bangsa Arab dan kaum muslimin untuk kembali merekonstruksi Kfar Shuba sebelum datangnya musim dingin,” katanya.
Menurut penuturan Jabiri, kehancuran di Kfar Shuba akibat serangan udara Israel adalah 50 rumah yang hancur total, 100 rumah hancur sebagian termasuk ada yang terbakar. Dan totalnya 60% dari rumah di desa Kfar Shuba tidak layak lagi dihuni. (na-str/iol)