Organisasi Muslim di Inggris mendesak pemerintah Inggris untuk merevisi undang-undang anti terorisme, terutama pasal-pasal yang menyebutkan tentang ‘pengagungkan terhadap terorisme.’ 42 organisasi Muslim Inggris itu meminta agar pasal tersebut dihapuskan dari undang-undang anti terorisme.
Keterangan resmi yang dimuat situs Muslim Council of Britain (MCB), payung organiasi Muslim di Inggris menegaskan bahwa mayoritas warga Muslim Inggris menentang undang-undang anti terorisme yang sekarang berlaku terutama pasal yang menyinggung soal ‘pengagungan terhadap terorisme’ karena definisinya tidak jelas.
Menurut organisasi Muslim Inggris, pasal-pasal itu berpotensi mengkriminalkan orang yang mempertahankan hak-haknya karena adanya tekanan atau mereka yang menyuarakan dukungan terhadap perjuangan melawan pendudukan militer yang ilegal, misalnya di Palestina.
"Undang-undang anti teroris ini memiliki cacat yang serius karena dibuat berdasarkan definisi terorisme yang memasukkan perjuangan senjata yang sah melawan rejim otokratis yang kejam sebagai kelompok terorisme," demikian bunyi pernyataan tersebut.
Lebih lanjut disebutkan, "Sangat tidak mungkin mengesahkan sebuah undang-undang yang akan mengkriminalkan para pendukung Nelson Mandela dan akan memenjarakan kelompok yang menentang rejim-rejim yang menimbulkan kebencian seperti di Burma, Chechnya dan Korea Utara."
Adalah Menteri Dalam Negeri Inggris yang menambahkan pasal tentang penganggungan terhadap terorisme sebagai tindakan kriminal ke dalam undang-undang anti terorisme tersebut. Kelompok oposisi dan aktivis hak asasi manusia mengecam pasal tersebut dan parlemen Inggris menyatakan dukungannya agar undang-undang anti terorisme diamandemen.
Pasal kontroversi itu berbunyi: "Seseorang dianggap melakukan kejahatan jika ia mengagungkan, menyanjung atau memuji sebuah tindakan terorisme baik di masal lalu maupun di masa depan."
Undang-undang anti terorisme yang baru di Inggris juga memberikan wewenang yang luas bagi aparat kepolisian untuk melakukan sweeping, termasuk menahan orang yang dicurigai sebagai pelaku terorisme sebelum ada tuntutan hukum dan menutup tempat-tempat ibadah yang diduga menjadi tempat para ektrimis.
UU Anti Terorisme Timbulkan Persoalan Baru
Kelompok-kelompok Muslim Inggris, termasuk Asosiasi Muslim Inggris, Masyarakat Islam Inggris dan Asosiasi Sekolah Muslim mengingatkan bahwa mengkriminalkan tindakan-tindakan yang non kekerasan hanya akan menimbulkan persoalan baru.
"Hal itu sangat jauh dari upaya untuk memerangi terorisme, dan hanya akan mengakibatkan hilangnya kepercayaan warga Muslim terhadap aparat kepolisian, yang mengarah pada berkurangnya arus informasi dan intelejen," kata mereka.
Organisasi-organisasi Muslim di Inggris menegaskan kembali bahwa mereka bersedia membantu pemerintah untuk memerangi terorisme. "Terorisme hanya bisa dikalahkan oleh masyarakat yang bersatu dan bekerjasama, bukan dengan undang-undang yang secara tidak adil menjadikan warga Muslim sebagai target dan menutup saluran perdebatan yang fair," sambung mereka.
Jumlah warga Muslim di Inggris saat ini, diperkirakan mencapai 1,8 juta orang. Pada bulan September lalu, Muslim Inggris meluncurkan untuk pertama kalinya, Dewan Penasehat Imam dan Masjid Nasional. Polling yang digelar bulan Pebruari ini menunjukkan bahwa 91 persen warga Muslim Inggris ‘setia’ pada pemerintah Inggris dan 80 persen menyatakan ingin menetap dan menerima komunitas masyarakat Barat.
Sejumlah politisi dan anggota parlemen Inggris, mengkritik undang-undang anti teror yang baru dan menilai undang-undang kontra produktif dalam upaya memberantas terorisme. Walikota London, Ken Livingstone menyatakan bahwa undang-undang itu akan menghilangkan kepercayaan masyarakat.
Koalisi lintas partai pada akhir Oktober lalu mengeluarkan pernyataan bersama yang isinya mendukung langkah pencegahan terhadap terjadinya teror bom, tapi menentang segala bentuk tindakan yang melanggar kebebasan dan merenggangkan hubungan dengan warga Muslim yang bantuannya sangat dibutuhkan dalam memerangi kelompok-kelompok radikal. (ln/iol)