Muslim India, Bertahan di Tengah Tekanan dan Diskriminasi Warga Mayoritas

Peristiwa ledakan di sejumlah jalur kereta api di kota Mumbai, India beberapa waktu lalu, memicu gelombang penangkapan terhadap warga Muslim di negeri itu. Kondisi ini makin menunjukkan diskriminasi dan pengabaian terhadap hak-hak warga Muslim India yang sudah berlangsung lama.

Para pakar mengingatkan pemerintah India, kurangnya perhatian baik dari sisi ekonomi maupun sosial terhadap warga Muslim akan berdampak pada munculnya generasi muda Muslim yang mudah jatuh dalam pengaruh ajaran radikal dan ekstrim.

"Kita sudah terima bahwa kita tidak akan mendapatkan pekerjaan yang layak, ada bias dan diskriminasi," kata Zafar al-Islam Khan, editor The Milli Gazette, harian berbahasa Inggris yang berbasis di New Delhi, yang khusus diterbitkan untuk warga Muslim India.

"Kemiskinan, buta huruf, diskriminasi, ketidakadilan, semuanya membuat impian warga Muslim suram," ujar seorang pejabat kepolisian yang tidak mau ditulis namanya.

Memang ada sebagian Muslim India yang sukses dan hidup dalam gelimang kekayaan, mereka ada yang menjadi atlet, bahkan bintang film Bollywood atau menjadi menteri. Tapi kisah sukses mereka tidak bisa menutupi kondisi sesungguhnya status warga Muslim India yang meliputi 13,4 persen dari sekitar 1 milyar jumlah penduduk India yang mayoritas beragama Hindu.

Data resmi pemerintah menunjukkan rendahnya tingkat pendidikan dan tingginya tingkat pengangguran di kalangan warga Muslim dibandingkan warga Hindu, Kristen dan Sikh.

Sebagai gambaran, jumlah warga Muslim yang bekerja di sektor layanan publik, jumlahnya kurang dari 7 persen, sementara yang bekerja di sektor jalur perkereta-apian hanya 5 persen, di sektor perbankan 4 persen dan dari 1,3 juta anggota militer India, tentara Muslimnya hanya 29 ribu orang.

Kecurigaan terhadap warga Muslim yang disertai penangkapan pascainsiden ledakan bom beberapa waktu lalu di Mumbai, memicu protes sejumlah pemuka Islam di India. Para pakar di India mengingatkan, tindakan semacam itu akan membuat masyarakat yang sudah frustasi dengan kondisinya, merasa dikesampingkan dan akan mendorong mereka untuk melakukan tindakan balasan.

"Ini merupakan saat-saat yang buruk. Ada ketakutan dan kecurigaan di mana-mana," kata Syeikh Muhammad Said Khan Qadri, Imam Masjid Salaullah di Mumbai.

Aparat kepolisian India menyatakan, serangan di Mumbai kemarin kemungkinan dilakukan oleh organisasi Laskar a-Taiba. Mereka juga meyakini pelakunya adalah para pemuda Muslim India.

Padahal sehari setelah peristiwa ledakan, warga Muslim di Mumbai menggalang aksi donor darah dan Laskar a-Taiba serta Hizb al-Mujahidin, kelompok pejuang untuk kemerdekaan Kashmir menyatakan mengutuk serangan bom tersebut dan menyebutnya sebagai tindakan barbar dan tidak Islami.

Sejumlah pakar di India mengungkapkan, kerusuhan yang terjadi pada tahun 2002 di Gujarat menjadi titik perubahan hubungan warga Muslim dan Hindu di India. Beberapa organisasi pemantau hak asasi manusia menyebutkan, sekitar 2.500 orang, kebanyakan warga Muslim dibunuh dan dibakar oleh warga Hindu dalam peristiwa kerusuhan itu.

"Sekarang, banyak warga Muslim yang menderita melihat bahwa negara berperan dalam tragedi itu. Kemudian, menjadi mudah bagi kelompok-kelompok seperti al-Qaidah dan Laskar a-Taiba untuk merekrut orang-orang yang kecewa itu," kata Muhammad Wajihuddin, seorang pengamat Muslim.

Mahkamah Agung India menyatakan bahwa pemerintahan nasionalis Hindu di Gujarat, terlibat dalam pembunuhan warga Muslim saat kerusuhan tersebut pecah. Sementara sejumlah organisasi pemantau hak asasi di India mengungkapkan, meski banyak kecaman, hanya sedikit yang dilakukan pemerintah India untuk menangkap para pelakunya.

Selain kerusuhan di Gujarat, dalam beberapa insiden pertikaian antara warga Muslim dan Hindu di India, yang lebih banyak menjadi korban adalah warga Muslim. (ln/iol)