Presiden Georgia mendesak warga di desa Nigvziani untuk tenang , di wilayah Lanchkhuti Barat Georgia pada Jumat 2 November kemarin setelah dua hari protes anti-Muslim yang menuntut larangan shalat di masjid desa.
“Konflik ini tidak dalam kepentingan rakyat Georgia,” kata Presiden Mikheil Saakashvili dalam sebuah pernyataan yang dikutip oleh situs The Trend.
“Saya mendesak pemerintah baru untuk melakukan segala sesuatu dalam upaya memastikan bahwa masalah tersebut tidak akan muncul di masa depan,” tambahnya.
Presiden mendesak pemerintah baru untuk mengintervensi apa yang terjadi desa Nigvziani, menekankan bahwa Georgia adalah negara multi-etnis, yang dikenal sangat toleransi.
“Tindakan tersebut bertentangan dengan sejarah tradisional toleransi kita,” kata Presiden Saakashvili.
Situasi memanas selama beberapa hari di desa Nigvziani, Lanchkhuti wilayah Georgia.
Masalah meletus setelah penduduk setempat melakukan aksi protes untuk melarang migran Muslim dari wilayah Adjara tetangga untuk shalat.
Mencoba untuk melarang shalat, penduduk desa, yang didominasi Kristen ortodoks, berkumpul di luar masjid mengatakan mereka tidak akan membiarkan umat Islam shalat di tanah mereka dan mengancam akan ada pertumpahan darah.
Imam Muslim Archil Kakhadze mengatakan umat Islam akan tetap mengadakan shalat, karena itu hak sah mereka.
Sejumlah besar polisi dikerahkan dan berhasil meredakan situasi pada saat Mufti muslim Georgia Jemal Paksadze tiba untuk bernegosiasi dengan pemerintah setempat.
Menurut para pemimpin Muslim setempat, jumlah penduduk Muslim di Georgia sekitar satu juta dari total penduduk 5 juta.
Namun, sumber-sumber pemerintah mengatakan bahwa populasi Muslim hanya berkisar 400.000 hingga 500.000.
Mayoritas Muslim menghuni di kota-kota, dan desa-desa yang berbatasan dengan Turki dan Azerbaijan, dan berasal dari Turki serta Azeri.
Terdapat juga Muslim Georgia asli, yang baru saja memeluk Islam, namun jumlah mereka hanya berkisar ratusan.
Masjid-masjid di Georgia beroperasi di bawah pengawasan Departemen Muslim Georgia, yang didirikan pada Mei 2011.
Pada tahun 2010, Turki dan Georgia menandatangani perjanjian dimana Turki akan menyediakan dana dan keahlian untuk merehabilitasi tiga masjid dan membangun kembali masjid keempat di Georgia.(fq/oi)