Rakyat Crimea laksanakan jajak pendapat pada hari Minggu , 16 Maret untuk referendum untuk memutuskan apakah akan bergabung dengan Rusia atau menjadi wilayah yang merdeka , situasi yang sangat mengkhawatirkan Muslim crimea.
” Ini adalah saat bersejarah , semua orang akan hidup bahagia , ” ujar Sergiy Aksyonov , perdana menteri yang pro – Moskow .
” Ini adalah era baru , ” katanya , bersamaan dengan itu ada seorang pria melambaikan bendera Ukraina dan didorong pergi oleh penjaga keamanan .
Awal hari Minggu , sekitar 1,5 juta rakyat Crimea melaksanakan referendum di semenanjung Laut Hitam itu, yang sebagian besar dihuni oleh etnis Rusia dan telah di akuisisi oleh pasukan Rusia selama bulan lalu .
Pemilih dapat memilih untuk menjadi bagian dari Rusia atau mempertahankan otonomi bersama Ukraina .
Presiden interim Ukraina Oleksandr Turchynov meminta rakyat Crimea untuk memboikot pemungutan suara dan menuduh Rusia merekayasa referendum itu sebagai bagian dari rencana invasi .
” Hasilnya sudah direncanakan oleh Kremlin sebagai pembenaran untuk mengirim pasukan dan memulai perang yang akan menghancurkan kehidupan masyarakat dan prospek ekonomi untuk rakyat Crimea , ” katanya .
Di ibukota Simferopol , di mana pangkalan angkatan laut Rusia , pemilih mayoritas di sana tampaknya lebih cenderung memilih Rusia .
Tetapi di Bakhchysaray , dimana pusat komunitas Muslim Tatar Crimea , terlihat berbeda .
Sebagai Muslim Tatar Krimea memutuskan untuk memboikot referendum , hanya etnis Rusia saja yang terlihat datang untuk memilih .
Hasil referendum diperkirakan segera diumumkan setelah pemungutan suara ditutup pada pukul 8:00 malam, tetapi bendera Rusia sudah dikibarkan di jalan-jalan di Sevastopol .
Ukraina juga telah siaga tempur penuh dan pada malamnya Ukrania menuduh pasukan Rusia merebut sebuah desa di luar Crimea , pemerintahan Ukrania mengatakan ” Ukraina berhak untuk menggunakan semua tindakan yang diperlukan untuk menghentikan invasi militer oleh Rusia ” .
Pasukan Rusia dan milisi pro – Moskow menguasai semenanjung strategis setelah presiden Ukraina yang didukung Kremlin Viktor Yanukovych melarikan diri Kiev bulan lalu setelah tiga bulan demonstrasi protes mematikan terhadap pemerintahannya .
Anggota parlemen Rusia juga telah memberikan lampu hijau untuk Presiden Vladimir Putin untuk menyerang Ukraina bila ia ingin , untuk membela etnis Rusia terhadap radikal ultra- nasionalis .
Otoritas Pro- Rusia dan Moskow mengatakan referendum adalah contoh penentuan nasib sendiri seperti keputusan Kosovo untuk meninggalkan Serbia .
Namun , Washington mengatakan suara tidak bisa demokratis karena terjadi ” di bawah laras senjata ” . (OI.net/KH)