“Selama musim panas tahun ini, saya bebas beraktifitas dan berjalan di mana-mana, tanpa ada pemeriksaan aparat keamanan seperti yang sudah-sudah dan telah disiapkan pemerintah untuk memeriksa para pemakai jilbab. ”
Seperti itulah ungkapan salah satu Muslimah berjilbab di Tunisia. Mereka adalah para pekerja Muslimah di sejumlah negara Teluk dan Eropa yang menikmati liburan musim panasnya dengan pulang ke kampung halaman untuk melepas rindu.
Seorang perempuan Tunis, Ummu Laila, yang pulang dari salah satu negara Teluk mengatakan, “Pemerintah Tunis meringankan tekanan terhadap para pemakai jilbab sepanjang bulan-bulan liburan agar orang-orang seperti kami bisa menikmati liburan dan negara bisa mendapat masukan dari uang hasil pekerjaan kami di negara lain. ”
Ia lalu bercerita bagaimana tekanan yang dilakukan pemerintah Tunis terhadap perempuan berjilbab di hari-hari sebelumnya. Ia menyebutkan, aparat keamanan melakukan pemeriksaan sampai di bis-bis umum. “Hanya dengan salah satu di antara kami yang memakai jilbab menaiki kereta api atau bis umum, tidak lama kemudian akan datang aparat keamanan yang meminta kami melepaskan jilbab. Bila kami menolak ia akan menangkap dan membawa kami ke kantor polisi untuk diinterogasi karena sikap kami dianggap melanggar undang-undang. ”
Ada pula seorang muslimah bernama Nur usia 29 tahun. Ia masih duduk di kelas 3 SMU, secara kritis ia mengatakan, bagaimana pemerintah sangat pragmatis menyikapi masalah jilbab. “Masalah kelonggaran dan pengetatan peraturan itu ternyata sangat tergantung dengan pemasukan uang atau agar mereka yang datang dari luar Tunis tidak menceritakan berita miring tentang Tunisia saat pulang ke tempat bekerja di luar negeri. ” (na-str/iol)