Mufti Kerajaan Saudi Arabia Syaikh Abdul Aziz Ali as-Syaikh membantah jika pihaknya telah mengeluarkan fatwa baru yang mengharamkan nikah misyar (baca: mis-yar). Sang Mufti pun bersikukuh menegaskan jika fatwanya terkait model pernikahan tersebut adalah boleh dan halal.
As-Syaikh menerangkan, sudah menjadi kewajiban bagi seorang lelaki untuk melindungi dan menghidupi kehidupan isterinya. Demikian pula, tidak diharamkan pernikahan misyar selama beberapa syarat syara’ dapay terpenuhi.
Meski demikian, as-Syaikh menegaskan kalau pernikahan model demikian kurang cocok bagi para perempuan yang menginginkan pernikahan yang normal dan langgeng.
Sebelumnya, kanal televisi Satu Saudi Arabia mengabarkan perihal diharamkannya model pernikahan misyar oleh sang Mufti. Berita tersebut juga dipublikasikan oleh surat kabar Saudi Arabia berbahasa Inggris "Arab News" pada edisi Selasa (23/6) kemarin.
Sang Mufti pun buru-buru mengklarifikasi pemberitaan tersebut. Menurutnya, yang diharamkan itu adalah nikah yang dibatasi waktu dan diniati talak (juwaz muaqqat bi niyyat at-thalaq). Pernikahan model demikian marak dilakukan oleh para lelaki Saudi Arabia, salah satu wanita yang kerap dinikahi dengan model pernikahan demikian adalah wanita-wanita Indonesia.
"Pernikahan yang dibatasi waktu dan dengan adanya niat talak di belakangnya haram dalam Islam. Tujuan utama menikah adalah membangun keluarga dan hidup langgeng dengan pasangan. Adapun model pernikahan dengan diniatkannya talak setelahnya, maka hal tersebut adalah tidak boleh, karena akan menyisakan masa depan yang suram bagi sang istri dan anak-anak," kata as-Syaikh.
Ditegaskannya, pernikahan Misyar tidaklah demikian. Nikah model demikian adalah boleh dan termasuk salah satu model pernikahan yang legal secara hukum Islam. Semua syarat dan rukun nikah harus dipenuhi dalam pernikahan ini, hanya saja kedua pasangan mempelai tidak hidup satu rumah karena alasan material, dan pihak perempuan "boleh" tidak mendapatkan hak nafkahnya dari pihak lelaki. Atau dalam artian lain, pihak lelaki tidak dibebani kewajiban menafkahi istri.
Model pernikahan Misyar ini biasanya marak terjadi di luar negeri, ketika keadaan kedua pasangan sama-sama sedang belajar dan pihak lelaki memiliki halangan untuk mencari nafkah karena kesibukan belajar, atau sejenisnya. Alasan utama dibolehkannya model pernikahan misyar ini adalah lebih karena dikhawatirkannya terjerumus kepada perzinaan. Oleh beberapa pihak, pernikahan misyar juga dinamakan "pernikahan friendly".
Meski demikian, banyak pihak yang menentang hukum dibolehkannya nikah misyar ini. Mereka memandang nikah misyar tidak ada bedanya dengan kawin kontrak, karena yang dituju lebih kepada kepuasan seksual dan mengesampingkan tujuan utama pernikahan itu, disamping kewajiban lelaki untuk menafkahi istri dan tinggal seatap dengan pasangannya, bahkan tidak juga diharuskan memiliki anak.
Penolakan dilegalkannya nikah misyar juga dilakukan oleh para akademisi, cendikiawan, dan penulis Saudi Arabia sendiri. (L2/aby)