Setelah mengundang Hamas dan Fatah untuk dialog dalam pertemuan puncak empat negara Arab di Sharm Syaikh, Presiden Mesir Husni Mubarak memprediksi dalam beberapa bulan ke depan akan terjadi perdamaian antara kedua gerakan besar Palestina itu. Ia mengatakan keinginannya untuk menjadi mediator yang mempertemukan kembali Fatah dan Hamas.
Pernyataan ini dilontarkan Mubarak setelah kehadiran pemimpin Saudi Malik Abdullah bin Abdul Aziz ke Sharm Syaikh hari Selasa (26/6) untuk menemuinya guna membicarakan masalah Tepi Barat dan Ghaza yang saat ini dikuasai Fatah dan Hamas. Dua petinggi negara Arab ini disebutkan berencana menjadi jembatan dialog antara Hamas dan Fatah.
Mubarak, dalam Channel 1 Televisi Mesir mengatakan, “Orang-orang Palestina di Tepi Barat dan Ghaza sama-sama tidak mungkin dipisahkan. Tapi kedua belah pihak perlu waktu tenang agar masing-masing berpikir dan melogikakan posisinya, kemudian memulai dialog kembali.
"Saya yakin, dialog akan terjadi setelah masa tenang. Khususnya, mereka yang sama-sama mempunyai forum di parlemen, dan Hamas di dalam parlemen itu adalah mayoritas. Ini akan mendukung kesepahaman antara Hamas dan Fatah, " kata Mubarak.
Menjawab pertanyaan tentang masa tenang, Mubarak mengatakan, bahwa masa tenang yang dibutuhkan rakyat Palestina untuk memulai dialog, kira-kira satu pekan atau maksimal satu bulan. Dan tentang sejauh mana kesiapan yang dimiliki Presiden Mahmud Abbas untuk berdialog, Mubarak berkomentar, “Ia memang tidak akan menerima dialog sebelum masa tenang ini. Presiden Palestina juga manusia. Ketika ia mendengar ada orang-orang yang merencanakan pembunuhan atas dirinya secara sistematis sebagaimana proses pembunuhan yang dialami mantan PM Libanon Rafiq Hariri, tentu saja ia akan bersikap keras dan tidak mau berdialog.”
Sejumlah sumber Islamonline menyebutkan, undangan Mubarak untuk mempertemukan antara Hamas dan Fatah itu disampaikan setelah Olmert menolak permintaan negara Arab sebelum pelaksanaan pertemuan negara kwartet.
Negara Arab menghendaki segera dilakukannya dialog dengan Palestina secara politik untuk memenuhi keinginan Palestina. “Sampai satu setengah jam sebelum dimulainya pertemuan puncak, masih terjadi tekanan dari pimpinan Mesir dan Yordania agar Olmert dalam pidatonya mau menyampaikan janji yang jelas tentang dialog Israel-Palestina guna membahas solusi final terkait keinginan Palestina. Tapi Olmert menolaknya, ” ujar sumber yang tak mau disebutkan namanya. (na-str/iol)