Sementara sebagian besar mata penduduk dunia tertuju pada meriahnya acara Piala Dunia di Jerman, Pemimpin Libya Muamar Khadafi malah mengkritik penyelenggaraan Piala Dunia dan menyebutnya sebagai perbudakan zaman modern.
Khadafi seperti dikutip kantor berita olahraga Jerman, SID mengatakan, uang jutaan dollar yang dihabiskan untuk menggelar Piala Dunia seharusnya bisa digunakan untuk memberantas kemiskinan di negara-negara berkembang.
"FIFA sudah menghidupkan kembali sistem perbudakan dan perdagangan umat manusia dari Afrika ke Eropa dan Amerika, dari Amerika Latin ke Eropa," kata pemimpin Libya ini
"Anak-anak di negara-negara miskin sudah menjadi budak negara-negara kaya," sambung Khadafi yang juga mengecam FIFA karena dianggap tidak melakukan tindakan yang cukup untuk memerangi rasisme.
Meski mengecam, Khadafi sendiri sebenarnya seorang penggemar berat olahraga sepak bola. Bahkan anak ketiga Khadafi, Al-Saadi Khadafi, 33, adalah mantan kapten tim nasional dan presiden Federasi Sepakbola Libya.
Al-Saadi adalah salah satu dari banyak pemain sepakbola asal Afrika yang sempat ditawari ke Eropa. Ia bergabung dengan tim Italia Seri A Perugia pada tahun 2003. Tapi setelah satu kali ikut pertandingan, al-Saadi dilarang main sepakbola selama tiga bulan setelah hasil pemeriksaan menunjukkan positif bahwa ia menggunakan zat steroid semacam dopping yang dilarang dalam dunia olahraga.
Mantan striker itu juga pernah menjadi anggota pengurus tim sepakbola Italia Juventus, lewat perusahaan investasi asing Libya yang menanamkan saham sebesar 7,5 persen di klub sepakbola itu, sebelum akhirnya ia mundur karena akan bergabung dengan tim Perugia.
Tim nasional Libya sendiri, Tim Hijau, hampir lolos sebagai tim peserta World Cup 1986 di Mexico, tapi kandas karena dikalahkan oleh tim Maroko di pertandingan pra kualifikasi. (ln/middleeastonline)