Moro Menolak Usulan Otonomi Manila

Para pemimpin Muslim Moro menolak tawaran otonomi yang diajukan oleh para perunding pemerintah Philipina, Selasa. Pemerintah Philipina, sebelumnya hari Senin, menawarka otonomi, tetapi harus didahului dengan syarat, para pejuang Muslim Moro harus meletakkan senjata mereka, sebelum menandatangani pakta perdamaian.

Tawaran itu terkandung dalam proposal pemerintah untuk perdamaian dengan MILF yang memiliki 12.000 pasukan militer, yang dengan dukungan senjata yang relatif baik. Perundingan antara para perunding Muslim Moro dengan wakil pemerintah Philipina iut, berlangsung di ibukota Malaysia Kuala Lumpur.

"Kami tidak dapat menerima proposal yang kita pikir tidak akan membahas masalah Muslim di Mindanao," kata Jaafar Ghadzali, Wakil Ketua MILF untuk urusan politik, dalam wawancara televisi dari markasnya di Selatan.

Penolakan Front Pembebasan Islam Moro (MILF) terhadap proposal pemerintah tidak berarti perundingan perdamaian di Malaysia, tahun 2001, gagal, dan kedua kedua belah pihak masih terbuka untuk melanjutkan perundingan, kata Marvic Leonen, juru runding pemerintah Philipina.

Presiden Beningo Aquino dan Murad Ebrahim pemimpin MILF sepakat untuk berusaha mempercepat proses perdamaian setelah pertemuan rahasia mereka di sebuah hotel di Tokyo pada tanggal 4 Agustus.

Leonen mengatakan dalam konferensi yang berlangsung di ‘Kedutaan di Kuala Lumpur, "kedua belah pihak memiliki posisi yang berbeda, jika tidak, kita tidak akan bernegosiasi dengan kerangka kerja, dan memang tidak seperti yang kami harapkan itu. Mereka mengharapkan sesuatu yang lebih, mereka mengharapkan sebuah negara, bukan otonomi ", ujarnya.

Negosiator Muslim mengatakan mereka akan merekomendasikan kepada pimpinan MILF untuk menolak usulan tersebut, tetapi mereka tetap membuka dialog, ujar Leonen. "Ini menandakan bahwa proses perdamaian belum mencapai jalan buntu". tambahnya.

Diperkirakan 150.000 orang tewas dalam konflik, yang dimulai pada 1970-an.

Pada putaran awal pembicaraan damai di Kuala Lumpur, MILF menyampaikan tuntutan mereka, termasuk pembentukan sebuah "negara", dan bagian yang lebih besar dari keuntungan dari mengeksploitasi sumber daya daerah. (mh/tm)