Modernisasi Dan Reformasi, Syaikh Gamdi?

Syaikh Ahmad Al-Gamdi, ketua Departemen Amar Ma’ruf nahi Munkar Perwakilan kota Makkah, tengah menjadi sosok kontroversial di Arab Saudi. Ia dengan tegas menolak konsep umum yang ada di kalangan ulama Mekkah yang menyatakan bahwa salat berjamaah adalah keharusan, dan Al-Gamdi mengatakan bahwa tak ada gunanya memaksa orang untuk meninggalkan toko mereka selama waktu salat.

Pernyataannya itu jelas menjadi gonjang-ganjing, dan ia menjadi kecaman banyak ulama. Al-Gamdi mengatakan bahwa mayoritas ulama meyakini bahwa salat berjamaah tidaklah wajib, dan orang-orang bisa melakukan salat sendirian di manapun mereka berada. Ia menekankan bahwa salat berjamaah itu hukumnya Sunnah dalam pandangan sebagian besar ulama, dan karenanya toko-toko tidak harus ditutup atau ditinggalkan, karena itu hanya masalah kebiasaan saja Arab Saudi.

Sebaliknya, Syaikh Gamdi mengatakan bahwa jika para pemimpin negara sudah memutuskan bahwa semua toko harus ditutup selama waktu salat, maka orang harus mematuhi keputusan itu.

Al-Gamdi mengatakan bahwa tidak tepat untuk menyalahkan orang-orang yang masih membuka tokonya pada waktu salat.

"Salat berjamaah adalah masalah yang fleksibel di mana ulama berbeda pendapat. Sebagian besar dari mereka mengatakan bahwa itu adalah Sunnah, termasuk Abu Hanifah, Al Syafi’i dan Malik," katanya.

Statemen ini keluar setelah sebelumnya Al-Gamdi mengatakan bahwa pencampuran pria dan wanita tidak dilarang oleh Syariah.

Al-Gamdi sendiri jelas langsung menerima kecaman, termasuk dari stafnya sendiri. Ia berdalih bahwa semua pandangannya itu untuk membuat Saudi lebih moderat, dan sebagai usaha reformasi dalam aspek modernisasi.

Jika Anda pernah hidup di negara yang banyak masjid, penduduknya banyak yang Islam, namun salat sendirian, dan bahkan tak dilaksanakan—terutama waktu Subuh—mungkin niscaya, Anda akan menangis, Syaikh, atas pernyataan Anda itu! (sa/gulfnews)