Militer Libanon Kendalikan Keamanan, Pertikaian Bersenjata Mereda

Situasi tegang di Libanon sudah mulai tenang, setelah enam hari dilanda pertikaian bersenjata antara kelompok pro-pemerintah dan kelompok oposisi yang dimotori Hizbullah.

Selama enam hari, sedikitnya 44 orang tewas dan lebih dari 125 orang luka-luka akibat kontak senjata antara kedua kelompok itu, yang terjadi di Beirut, pegunungan Shouf di selatan Beirut-basis kelompok Druze pimpinan Walid Jumblatt yang pro pemerintah-dan di Tripoli.

Kelompok Hizbullah dengan mudah menguasai wilayah-wilayah penting di Libanon. Koresponden BBC Jim Muir dalam laporannya mengatakan, melihat begitu cepatnya Hizbullah menguasai Beirut Barat dan kelompok-kelompok pro-pemerintahan seperti Walid Jumblatt, Saad Hariri dan Perdana Menteri Fuad Siniora, membuktikan bahwa Hizbullah menjadi kelompok oposisi dengan kemampuan militer terkuat yang tidak ada tandingannya di peta perpolitikan Libanon.

Surat kabar yang terbit di Suriah, Al-Baath juga memuji keberhasilan Hizbullah menguasai wilayah-wilayah penting di Libanon. Dalam laporannya, Al-Baath menulis bahwa Hizbullah sukses menggagalkan ambisi AS yang ingin mengendalikan Libanon, dengan memanfaatkan pertikaian yang terjadi selama enam hari kemarin.

"Amerika telah melancarkan serangan awal terhadap kekuatan-kekuatan oposisi nasionalis, diawali serangan pada Hizbullah. Amerika juga berupaya melakukan upaya kudeta yang berhasil digagalkan oleh kelompok oposisi, " demikian laporan Al-Baath.

Surat kabar itu juga menulis, kelompok oposisi di Libanon ingin mengusir intevensi negara-negara asing dan menghentikan segala upaya yang ingin mengubah Libanon… menjadi wilayah pelindung bagi Israel dan pusat jaringan AS di kawasan itu.

Para komandan kelompok oposisi memerintahkan pasukannya untuk mundur, setelah aparat keamanan pemerintah Libanon dikerahkan dan memegang kendali keamanan di Beirut. Pasukan keamanan Libanon diturunkan setelah Perdana Menteri Fuad Siniora pada hari Sabtu kemarin meminta agar militer Libanon segera melakukan intervensi dan melakukan langkah-langkah pengamanan.

Namun sejumlah pihak mengatakan, mundurnya pasukan kelompok oposisi bukan karena mereka patuh pada seruan Siniora tapi lebih menunjukkan pada sikap kerjasama mereka pada aparat militer pemerintah.

Liga Arab Bentuk Tim Khusus Libanon

Konflik antara kelompok pro-pemerintah dan kelompok oposisi Hizbullah meluas menjadi pertikaian bersenjata setelah pemerintah Libanon menyatakan akan mengambil tindakan tegas terhadap jaringan-jaringan telekomunikasi yang dibangun Hizbullah. Pemerintah Libanon yang didukung negara-negara Barat, menganggap Hizbullah telah melanggar kedaulatan negara Libanon. Hizbullah menyatakan jaringan komunikasi yang mereka bangun sebagai bagian dari upaya pengamanan dan berperan penting dalam perang melawan Israel tahun 2006 lalu.

Sementara itu, pertemuan darurat para menteri luar negeri Liga Arab di Kairo hari Minggu (11/5) memutuskan bahwa mereka akan mengirimkan delegasi ke Beirut untuk membuka dialog dengan para pimpinan politik di negeri itu serta membuat berbagai rencana untuk mengimplementasikan inisiatif negara-negara Arab bagi perdamaian di Libanon.

Liga Arab membuat inisiatif untuk mempertemukan tiga pimpinan kelompok oposisi, yaitu wakil ketua parlemen Nabih Berri, pimpinan oposisi Michel Aoun dan pimpinan Hizbullah Hassan Nasrallah dengan pihak pemerintah yaitu Siniora, Saad Hariri dan pimpinan parlemen Amin Gemayel.

Tim Liga Arab yang ditugaskan ke Libanon antara lain, Qatar, Aljazair, Djibouti, Yordania, Maroko, Uni Emirat arab dan Yaman yang akan dipimpin langsung oleh Sekretaris Jenderal Liga Arab, Amr Moussa. Tim ini sengaja tidak melibatkan Arab Saudi, Mesir dan Suriah untuk menghindari konflik kepentingan, karena Arab Saudi dan Mesir dikenal sebagai pendukung Siniora dan Suriah dikenal sebagai pendukung Hizbullah. (ln/aljz/presstv)