Militer AS menghambur-hamburkan uang negara yang dikumpulkan dari pajak rakyat untuk membiayai perangnya. Hal itu terungkap dari hasil audit yang dilakukan komisi khusus di Kongres AS terhadap kontrak-kontrak yang dilakukan militer selama perang berlangsung.
Hasil audit menunjukkan bahwa militer AS menghabiskan sebagian besar anggarannya senilai 834 milyar dollar untuk melakukan kontrak dengan perusahaan penyedia jasa militer swasta.
Dalam laporan setebal 121 halaman yang meliputi bidang keamanan, logistik dan kontrak-kontrak renovasi mengindikasikan kegagalan pemerintah AS dalam mengawasi pengeluaran untuk keperluan pertahanan, terutama biaya perang AS di Irak dan Afghanistan dimana pemerintah AS melakukan kerjasama keamanan dengan kontraktor-kontraktor swasta.
Laporan itu mengindikasikan adanya penyelewengan uang dan amburadulnya manajemen terhadap kontrak-kontrak yang dilakukan selama AS melakukan kampanye perang "melawan teror". Salah satu pimpinan komisi audit, Michael Thibault dalam laporannya pada Kongres AS yang membidangi pengawasan dan reformasi pemerintahan dalam hubungan luar negeri dan keamanan nasional mengatakan, indikasi penyelewengan dan mismanajemen anggaran militer itu menimbulkan implikasi yang negatif dan menimbulkan pertanyaan akan tanggung jawab finansial militer AS.
"Kesalahan itu secara langsung mempengaruhi kemampuan negara ini untuk mencapai tujuan dari kebijakan-kebijakannya dan dalam memberikan dukungan yang layak serta perlindungan bagi para tentara kita yang bertempur di zona perang dan pekerja sipil yang terlibat dalam operasi-operasi militer darurat," papar Thibault.
Dari catatan komisi yang dipimpinnya, lebih dari 70 persen kontrak-kontrak layanan keamanan di Irak diberikan pada subkontraktor yang mempekerjakan tenaga-tenaga kerja murah dari berbagai negara. Selain itu disebutkan bahwa militer AS menghabiskan lebih dari 30 juta dollar hanya untuk membangun sebuah fasilitas untuk tempat makan malam di kamp Delta di kota Baghdad. Fasilitas itu baru akan selesai dibangun pada Desember 2009. Pengeluaran ini dinilai berlebihan karena AS sudah harus menarik pasukannya pada Desember 2009 sesuai kesepakatan keamanan antara AS dan pemerintahan interim di Irak.
Di Afghanistan, militer AS juga melakukan pengeluaran yang tidak terkendali dan tidak bisa dipertanggungjawabkan. Misalnya, membangun proyek untuk pelayanan pusat komando AS senilai jutaan dollar. Belum lagi banyaknya peralatan militer AS yang hilang tanpa ada penjelasan.
Christopher Shays, yang juga anggota komisi audit mengatakan, pemeriksaan itu dilakukan untuk mengetahui pengeluaran-pengeluaran yang dilakukan militer selama ini karena komisi itu tidak punya sumber daya manusia yang cukup untuk melakukan pengawasan terhadap kontrak-kontrak yang dilakukan militer.
Di Irak, terdapat ratusan kontraktor AS yang mempekerjakan lebih dari 240.000 pekerja-kebanyakan warga negara asing- dalam proyek yang diklaim untuk keperluan pembangunan kembali infrastruktur dan keamanan di negeri itu. Laporan komisi audit juga menyebutkan, di markas-markas besar militer AS terdapat lebih dari 600.000 properti tanpa disertai dokumen yang layak.
Hasil audit itu membuat sejumlah anggota legislatif AS berang. Mereka mengecam buruknya administrasi dan pengawasan yang menyebabkan penyelewengan terhadap dana-dana milik publik. "Kita tidak bisa melanjutkan kontrak-kontrak yang dilakukan tanpa adanya standar akuntabilitas," kata Stephen Lynch, anggota Kongres dari Partai Demokrat.
Anggota legislatif AS menyalahkan Presiden Obama yang dinilai tidak berbuat banyak untuk mencegah penyelewengan yang dilakukan para kontraktor militer. (ln/prtv)