MILF Tolak Ajakan Filipina untuk Bernegosiasi Lagi

Pemerintah Filipina menyatakan ingin bernegosiasi kembali dengan pihak pejuang Muslim Moro (Moro Islamic Liberation Front-MILF) untuk mengakhiri konflik di Filipina Selatan antara MILF dan pemerintah Filipina.

Keinginan itu disampaikan secara resmi oleh pemerintah Filipina hari ini, Kamis (21/8). Juru bicara kepresidenan, Lorejei Fajardo menyatakan, "Pembatalan Memorandum of Agreement of Ancestral Domain (MOA-AD) adalah langkah yang menyakitkan."

"Pemerintah hanya berusaha sensitive atas sentimen publik dan presiden sudah berkomitmen untuk menegakkan konstitusi. Untuk itu, beliau (presiden Filipina) akan berupayakan kesepakatan baru dalam koridor hukum yang ditetapkan oleh konstitusi, " papar Fajardo.

Dalam kesepakatan antara Manila dan MILF bulan Juli lalu, pemerintah Filipina setuju untuk memberikan wilayah kepulauan Mindanao Selatan sebagai tanah air bagi warga Muslim Filipina. Namun oleh Mahkamah Agung Filipina, kesepakatan itu dibatalkan pada 4 Agustus kemarin, karena protes dari kelompok-kelompok Kristen. Dan Presiden Gloria Arroyo, kata Fajardo, sangat peka dengan keberatan kelompok-kelompok Kristen di Mindanao Selatan.

Kesepakatan itu seharusnya menjadi batu loncatan bagi upaya perdamaian antara pemerintah Filipina dan MILF yang sudah lebih dari 40 tahun bertikai, dan sudah lebih dari satu dekade kedua belah pihak tidak melakukan negosiasi.

MILF dengan 12.000 pengikutnya menuntut pemerintah Filipina memberikan hak bagi warga Muslim Mindanao untuk mengatur wilayahnya sendiri. Selama konflik yang sudah berlangsung puluhan tahun, sedikitnya 120.000 orang tewas menjadi korban.

Di Mindanao-wilayah yang kaya akan sumber mineralnya ini-terdapat sekitar lima juta warga Muslim. Sementara jumlah warga Muslim Filipina, meliputi delapan persen dari total penduduk yang mayoritas beragama Katolik. Islam sudah masuk negeri itu sejak abad ke-13, sekitar 200 tahun sebelum masuknya ajaran Kristen.

Atas keinginan pemerintah Filipina, MILF dengan tegas menolak kemungkinan negosiasi ulang. "Bagi jajaran kepemimpinan MILF, MOA-AD sudah kesepakatan yang sudah disetujui. Dan MILF tidak akan menegosiasikan ulang kesepakatan itu, bahkan jika itu artinya penundaan bagi bagi proses perdamaian yang sudah berlangsung selama 11 tahun, " kata Wakil Ketua MILF, Ghadzali Jaafar.

Kesepakatan MOA-AD memberikan wewenang bagi Muslim Mindanao untuk mengatur wilayahnya sendiri, membuat aturan hukum sendiri dan membentukan pasukan militer serta kepolisian sendiri, termasuk membuat sistem perekonomian dan perbankan, pelayanan sipil, pendidikan, legislatif dan lembaga pemilu sendiri.

Berdasarkan kesepakatan itu, Mindanao juga diberi wewenang penuh untuk mengembangkan dan menambang sumber-sumber mineral dan kekayaan alam lainnya. Pemerintahan wilayah Mindanao akan berada di bawah pemerintahan bernama Bangsa Moro Juridical Entity (BJE) yang memiliki otoritas penuh untuk mengirimkan misi perdagangan dan membuat kerjasama ekonomi dengan negara lain, serta mengirimkan wakilnya ke PBB dan Persatuan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara.

Tapi, karena kesepakatan itu dibatalkan oleh Mahkamah Agung Filipina, MILF menyatakan menolak untuk bernengosiasi lagi. "Semuanya sudah selesai. Mereka (Filipina) sudah mengkajinya, sudah menandatanganinya dan kemudian membatalkannya. Maksudnya apa? " kata Mohaqher Iqbal, juru runding MILF.(ln/iol)