Sejak berlangsungnya agresi militer Israel ke Libanon Selatan, diam-diam warga Yahudi Amerika dan Eropa melakukan eksodus dan pindah ke Israel. Dalam satu hari, tak kurang 220 Yahudi bisa diterbangkan oleh Maskapai Penerbangan El Al-ke wilayah Israel.
Gelombang migrasi ini berlangsung sejak awal serangan Israel ke Palestina dan Libanon, khususnya bagian selatan. Setiap hari, di bandara John F. Kennedy, New York, bisa dijumpai keluarga-keluarga Yahudi Amerika yang menunggu giliran untuk boarding menuju Israel. Saat ditanya wartawan New York Times, apakah mereka tidak khawatir dengan perkembangan keamanan di Timur Tengah, salah satu keluarga menjawab dengan enteng, mereka justru exciting. “Saya tidak gugup, keluarga kami tidak gugup sama sekali. Kita berhati-hati, tapi tidak khawatir,” ujar Ken Sheff, salah seorang Yahudi Amerika yang akan pindah ke telah mendapat tempat tinggal di dekat Yerusalem.
Menurutnya, dia merasa senang bisa tinggal di Israel, karena ia merasa dirinya dan keluarganya adalah bagian dari Israel. Sebagian dari adalah penganut Yahudi Ortodoks yang memang telah mendamba sejak lama untuk pindah tinggal di Israel. “Saya memutuskan untuk pindah ke Israel bukan karena alasan di sana akan mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Keputusan saya pindah, karena saya merasa bisa menemukan arti kehidupan dan berarti untuk kehidupan itu sendiri,” ujar salah seorang imigran lain, Jerrold Rappaport. Mereka percaya bahwa Tuhan Bani Israel, menghendaki mereka untuk tinggal dan membantu warga Yahudi lain yang telah lebih dulu tinggal di Israel.
Sejak merampas sebagian besar wilayah Palestina pada tahun 1948 dan dijadikan sebagai daerah kekuasaan Israel, migrasi besar-besaran telah terjadi. Diperkirakan, tahun 2006 ini sekitar 24.500 penduduk Yahudi baru dari berbagai negara akan tinggal dan menetap di Israel.
Sedangkan dari Amerika saja, sebuah lembaga yang mengorganisasi pemberangkatan warga Yahudi Amerika ke Israel, Nefesh b’Nefesh memperkirakan, akhir 2006, setidaknya mereka akan memberangkatkan tak kurang dari 10.500 orang. Sebelumnya, pada tahun 1990, sekitar 200.000 warga Yahudi yang tinggal di bekas Negara Uni Soviet telah masuk dan menjadi warga negara Israel. Maskapai penerbangan sendiri, sejauh ini merasa sangat bersyukur mampu membantu warga Yahudi Amerika untuk kembali ke Israel. “Dulu Musa keluar dari Mesir dengan berjalan kaki, syukur kami memiliki El Al, dan bisa terbang ke Israel tanpa perlu susah payah,” ujar salah seorang pengelola El Al.
Pertanyaannya sekarang adalah, apakah ada kaitan imigrasi besar-besaran ini dengan serangan ke wilayah Palestina dan Libanon Selatan? Jangan-jangan, serangan ke kedua wilayah negara tersebut adalah proses dan usaha perluasan pemukiman yang nantinya akan disiapkan untuk para imigran baru dari Amerika dan Eropa. (NA/NYT/TN Religion)