Sejak diumumkannya kandidat Ikhwanul Muslimin Muhammad Mursi sebagai pemenang pemilihan presiden Mesir, hal ini dianggap oleh kelompok Islam sebagai salah satu kemenangan terbesar pasca-revolusi, namun sayangnya presiden baru yang akan memangku jabatan akan memiliki kekuasaan yang jauh lebih terbatas daripada yang diberikan kepada jabatan presiden yang sama sebelum revolusi.
Banyak dari kekuasaan yang diberikan kepada presiden, sesuai dengan konstitusi 1971, yang diskors sejak jatuhnya rezim Mubarak telah ditarik kembali.
Menurut deklarasi tambahan konstitusional, yang dikeluarkan oleh Dewan Tertinggi Angkatan Bersenjata (SCAF), presiden akan kehilangan empat kekuatan utama.
Presiden akan tidak lagi menjadi kepala SCAF dan tidak memiliki hak untuk mengganti, menunjuk, atau memberhentikan anggotanya. Dia tidak akan memiliki kekuatan untuk memberikan perintah kepada militer untuk ikut campur dalam kasus kekosongan keamanan. Selain itu, presiden tidak akan memiliki suara dalam pembentukan Majelis Konstituante, yang akan bertanggung jawab untuk menyusun konstitusi baru negara itu.
Menurut Pasal 53 mengulangi deklarasi tambahan konstitusional, SCAF adalah badan yang hanya akan menangani urusan militer dan bukan presiden. Ini termasuk pengangkatan dan penggantian staf militer.
Kepala SCAF, Marsekal Hussein Tantawi, juga akan memiliki semua kekuasaan Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata, di mana posisi sebelumnya ditempati oleh presiden, serta kekuasaan menteri pertahanan sampai konstitusi baru disusun.
Deklarasi tambahan konstitusi juga menetapkan bahwa Presiden tidak dapat mendeklarasikan perang tanpa persetujuan terlebih dahulu dari SCAF.
Meskipun deklarasi tersebut memberi presiden hak untuk meminta bantuan tentara dalam mempertahankan hukum dan ketertiban atau melindungi fasilitas strategis negara, ia hanya dapat melakukannya setelah mendapat izin dari SCAF.
Deklarasi ini juga memberikan kekuasaan legislatif SCAF sampai parlemen baru terpilih.
Sementara itu, Pasal 60 menyatakan bahwa jika deklarasi pembentukan Majelis Konstituante menghadapi hambatan, SCAF berhak menunjuk anggota majelis ini dan menugaskan mereka misi menyusun konstitusi dalam waktu tiga bulan. Draft kemudian akan dilempar dalam referendum rakyat dan sebulan kemudian persiapan untuk pemilihan parlemen baru dimulai.
Pasal 60 juga menyatakan bahwa jika presiden, SCAF, perdana menteri, Dewan Pengadilan Tertinggi, atau seperlima dari anggota Majelis Konstituante melihat bahwa salah satu artikel konstitusi bertentangan dengan tujuan revolusi atau kesejahteraan negera, maka salah satu dari mereka memiliki hak untuk menuntut revisi dari artikel ini.
Jika Majelis Konstituante bersikeras menjaga artikel kontroversial, seluruh masalah akan dibawa ke Mahkamah Agung Konstitusi yang putusan akan mengikat bagi semua pihak.
Di sisi lain, konstitusi tahun 1971 memberi presiden hak untuk membuat keputusan segera dalam hal terkait adanya ancaman bagi keamanan nasional negara atau dengan kemampuan lembaga negara untuk melaksanakan peran mereka sebagaimana tercantum dalam konstitusi.
Presiden juga memiliki hak untuk menunjuk pejabat sipil dan militer serta perwakilan politik dan untuk membubarkan mereka sesuai dengan prosedur hukum yang relevan.
Dalam konstitusi 1971, Presiden adalah Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata dan memiliki hak untuk menyatakan perang setelah persetujuan Majelis Rakyat, serta parlemen rendah. Dia juga memiliki hak untuk menyatakan keadaan darurat sesuai dengan prosedur hukum dan menandatangani perjanjian kemudian menyajikannya kepada Majelis Rakyat.
Konstitusi juga memberi mantan presiden kekuasaan untuk menunjuk satu atau lebih wakil presiden, untuk menentukan tugas mereka, dan untuk memberhentikan mereka dari posisi mereka. Presiden juga memiliki hak untuk mengangkat dan memberhentikan perdana menteri serta wakil perdana menteri, menteri, dan wakil menteri setelah berkonsultasi dengan kabinet.(fq/aby)