Mesir Negeri Yang Unik (5)

Kesadaran Beragama dan Kedermawanan

Bulan Ramadan 1429 H lalu merupakan bulan penuh rahmah paling berkesan yang penulis alami selama 6 tahun belajar di Mesir. Ada banyak kisah yang penulis nilai unik dan bisa dijadikan ibrah. Pelajaran tentang kehidupan di Dunia untuk meraih kesuksesan hidup di Akhirat. Kisah ini penulis alami sendiri dengan seorang teman, ketika pergi ke sebuah yayasan zakat di Mesir yang memberikan beasiswa untuk mahasiswa asing. Yayasan tersebut bernama Baituz Zakat, yang pusatnya berada di negara teluk, Kuwait. Diantara kegiatan sosialnya, yayasan zakat tersebut memberikan beasiswa bagi mahasiswa asing berprestasi sebesar 300 pound perbulan atau sekitar 600 ribu rupiah. Satu pound Mesir sama dengan 2000 rupiah.

Di Mesir sendiri banyak yayasan yang konsen membantu mahasiswa dalam studinya, terutama secara finansial ataupun dengan memberikan fasilitas tempat tinggal. Diantara yayasan tersebut adalah: WAMY (World Assambly of Islamic Youth), Jam’iyyah Syariyah, Majis A’la lisy Syu’ûn ad-Dîniyyah, dan sebagainya. Dalam kesempatan yang lain, penulis akan bercerita tentang salah satu dari yayasan tersebut. Karena menurut penulis, dalam pengelolaannya mereka memiliki keunikan tersendiri.

Kembali ke kisah yang penulis alami. Setelah tiba di depan kantor Baituz Zakat, kami langsung masuk dan menanyakan beberapa persyaratan untuk mendapatkan beasiswa. Namun sayangnya pendaftaran sudah ditutup, sementara penulis sendiri belum melengkapi beberapa persyaratan tersebut. Setelah keluar dari kantor Baiutuz Zakat, kami pergi ke sebuah masjid kecil yang berada tidak jauh dari kantor tersebut untuk melaksanakan shalat Zuhur berjamaah.

Selesai shalat, tiba-tiba kami dihampiri oleh seorang pemuda yang berpenampilan necis. Memakai baju kaos, berkacamata dan bercelana Jeans. Orang-orang Mesir yang berada di perkotaan memang terbiasa berpenampilan seperti itu. Disamping mode, hal itu juga menjadi kebutuhan. Musim dingin terasa nyaman menggunakan Jeans yang tebal, karena melindungi kaki dari dinginnya musim yang menusuk tulang. Dan di musim panas, mata terasa nyaman menggunakan kacamata hitam, karena mataharinya begitu terik sehingga menyilaukan mata. Bahkan para syeikh dan doktor-doktor Al Azhar juga mengenakan kacamata hitam ketika musim panas.

Si pemuda necis itu kemudian bertanya kepada kami, “Kalian memiliki keperluan?” tanyanya lembut. “Maaf, maksud bapak apa?” jawab kami penuh keheranan. “Saya ingin memberikan kalian bantuan, kalau tidak keberatan, mari ikut saya ke kantor”, ajak pemuda itu. Dengan perasaan girang kami mengikuti langkah pemuda itu. Kami dibawanya ke sebuah kantor, dengan interiornya yang begitu bagus. Ternyata tempat itu adalah sebuah perusahaan, dan orang itu merupakan Direktur dari perusahaan tersebut. Di sana ia bertanya beberapa hal tentang kami. Nama, asal, kuliah dan lain sebagainya. Diakhir kemudian pemuda itu bertanya, “Kalian berdua butuh uang berapa? Sebut saja! Dengan perasaan hati yang girang tak karuan, dan persaan agak-agak sungkan, penulis hanya menyebut angka 500 pound Mesir atau sekitar satu juta rupiah. Sedangkan teman penulis menyebut 300 pound.

Setelah itu Direktur perusahaan tersebut mengeluarkan amplop tebal berisikan uang, kemudian ia berkata, “Ini adalah harta zakat dari kami, maka terimalah uang ini dan jangan ditolak.” Ia memberikan penulis 800 pound dan teman penulis 500 pound. Kami hanya bisa berterimakasih kepada orang itu atas kebaikannya. Uniknya, setiap kami mengucapkan terimakasih, ia selalu menjawab, “Saya tidak punya apa-apa, semua ini adalah pemberian dari Allah.” Tidak hanya itu, ia memberi kami 1000 pound lagi untuk kami bagi-bagikan kepada teman-teman mahasiswa yang membutuhkan. Subhanallah!

Ketika kami hendak pamit, ia memberi kami kartu namanya sembari berpesan, “Saya adalah saudara kalian, saya mencintai kalian karena Allah, kalau butuh apapun, ini kartu nama saya, dan kalian bisa menelepon kapan saja, Insya’alllah saya siap bantu.” Ia kemudian memeluk kami bagaikan adiknya sendiri. Dan sekali lagi ia mengatakan, “Saya mencintai kalian karena Allah.” Perasaan kami saat itu begitu mengharu biru. Penulis hanya bisa berdoa di dalam hati agar Allah melancarkan bisnis pemuda itu dan memudahkan rezekinya. Kemudian kami pun pamit dan mengucapkan ribuan rasa terimakasih diiringi lantunan do’a-do’a kebaikan untuk dirinya. Kisah kedermawanan ini belum berakhir, masih di bulan Ramadan yang sama penulis diberikan bantuan oleh seorang pengurus masjid. Ceritanya saat itu penulis memiliki niat untuk pulang ke tanah air. Namun penulis tidak bisa berangkat sebelum membayar administrasi program Pascasarjana di Al Azhar sebesar 1000 pound Mesir. Hal itu penulis keluhkan ke salah seorang dosen yang dikenal kedermawanannya kepada mahasiswa, terutama mereka yang berasal dari Indonesia. Beliau adalah Guru Besar Hadits Univ. Al Azhar, Prof. Dr. Khusyu`i Muhammad Khusyu`i, yang juga merupakan salah seorang penanggung jawab di Yayasan Jamiyyah Syariyyah.

Yayasan yang beliau bawahi ini sangat luar biasa, karena setiap bulannya memberikan bantuan sembako kepada 2000 lebih mahasiswa Indonesia, ini belum ditambah dengan ratusan mahasiswa asing lainnya. Setiap awal bulan, mahasiswa asing yang mendaftarkan dirinya ke yayasan sosial tersebut, mendapatkan Sembako berupa 7 Kg beras, 1 liter minyak goreng, 1 Kg gula pasir dan saku sebesar 50 pound.

Kembali ke kisah yang penulis alami. Setelah mendengar keluhan penulis, Prof. Khusyu`i menelepon seorang yang beliau kenal, dan ia adalah seorang pengurus masjid yang penulis sebut di awal. Tidak lama kemudian seorang laki-laki datang menjemput ke Kampus Al-Azhar, dan mambawa penulis bersama seorang rekan yang lain menaiki taksi. Kami kemudian dibawa ke sebuah masjid di daerah bernama Bulâq, di pinggiran kota Ramses, Kairo. Di sana ia memberi penulis uang sebesar 1300 pound dan memberikan kepada teman penulis 500 ratus pound, karena ia tidak pulang ke tanah air seperti penulis.

Tidak cukup sampai disitu, pengurus masjid tersebut meminta kami berdua untuk datang kembali dengan membawa teman-teman yang lain. Di kali kedua kami pun datang membawa 10 orang. Ketika sampai di sana mereka di beri masing-masing 500 pound dan 1.300 pound untuk seorang teman yang akan pulang ke tanah air. Dan ternyata, di sana telah berkumpul juga sekitar 10 sampai 15 orang Bangladesh yang juga akan diberi bantuan seperti kami. Pengurus masjid itu kemudian mengatakan, “Semua ini adalah harta titipan. Titipan orang yang berzakat dan ingin zakatnya disalurkan kepada penuntut ilmu.”

Demikianlah sekelumit tentang kedermawanan orang Mesir. Kedermawanan yang timbul dari sebuah kesadaran beragama. Dan kisah kedermawanan serupa sebenarnya banyak ditemukan di negeri para Nabi ini. Terutama ketika datangnya bulan Ramadan, kita bisa mendapati bagaiman apara dermawan Mesir yang saling berlomba-lomba memberikan bantuan. Sejauh pengamatan penulis, sepertinya memang orang Mesir sengaja banyak bersedekah dan mengeluarkan zakat hartanya kepada orang yang membutuhkan, pada bulan Ramadan. Karena bulan tersebut adalah bulan dilipatgandakannya pahala. Demikianlah kalau masyarakat Muslim sadar agama. Kalau orang-orang kaya di negeri kita menyadari kewajiban mereka sebagai seorang muslim, niscaya kemiskinan di Indonesia akan cepat teratasi . Wallâhu A`lam. (sn/lha)