Pengakuan Australia makin menguatkan dugaan tentang apa sebenarnya motif invasi AS dan koalisinya ke Irak. Untuk pertama kalinya, Negeri Kanguru mengakui bahwa minyaklah yang menjadi motif keikutsertaan mereka dalam invasi AS ke Negeri 1001 Malam itu.
Pengakuan tersebut dilontarkan oleh Menteri Pertahanan Australia Brendan Nelson, Kamis (5/7). Pada Australian Broadcasting Corporation ia mengatakan bahwa "pengamanan energi" adalah salah satu prioritas Australia mendukung invasi AS ke Irak.
Pernyataan Nelson makin menguatkan argumen para aktivis anti-perang yang meyakini bahwa invasi AS ke Irak tahun 2003 hingga hari ini, bertujuan untuk menguasai hasil minyak bumi Irak dan bukan untuk memberangus ancaman senjata pemusnah massal rejim Sadaam Hussein. Apalagi setelah itu terbukti tidak ada ancaman tersebut.
"Kenyataannya, bukan hanya Irak, tapi seluruh kawasanTimur Tengah adalah penyedia sumber energi yang penting bagi dunia, khususnya bahan bakar minyak, " ujar Nelson.
"Sangat penting bagi Australia untuk memandang bahwa itu juga menjadi kepentingan kita, untuk kepentingan keamanan kita, untuk memastikan bahwa kami berada di Timur Tengah, utamanya di Irak dalam posisi untuk menopang keamanan kami, " sambungnya.
Selain itu, kata Nelson, sangat penting bagi Australia untuk mendukung "pengaruh" AS dan Inggris. "Kami berada di sana juga untuk mendukung sekutu-sekutu utama kami yaitu AS, dan kami berada di sana untuk memastikan bahwa kami tidak akan terkena dampak terorisme akibat perang di Irak yang bisa mengganggu stabilitas wilayah kami, " imbuhnya.
Apa yang diungkapkan Nelson sangat bertolak belakang dengan pernyataan PM Australia John Howard saat invasi ke Irak Februari 2003 lalu. Saat itu Howard membantah bahwa motif invasi itu terkait minyak. Sama dengan sekutunya Presiden AS George W. Bush, Howard mengatakan bahwa invasi dilakukan terkait dengan ancaman senjata pemusnah massal yang dibuat rejim Saddam Hussein, pemimpin Irak saat itu. (ln/aljz)