eramuslim.com – Wafatnya Syeikh Yusul al-Qaradawi di Qatar pada Senin menandai berakhirnya era Islam kontemporer. Qaradawi salah satu ulama Islam paling berpengaruh dan sangat vokal mendukung kemerdekaan Palestina dari penjajahan Israel, termasuk revolusi Arab pada 2011.
Qaradawi lahir di sebuah desa di Delta Sungai Nil, Mesir, pada 1926. Saat Mesir masih berada di bawah koloni Inggris, Qaradawi kuliah di Universitas Al-Azhar di Kairo. Saat remaja, dia bergabung dengan Ikhwanul Muslimin. Al-Azhar dan Ikhwanul Muslimin merupakan dua lembaga yang sangat lekat dengan Qaradawi dan berperan penting dalam perjalanan Qaradawi sebagai ulama maupun aktivis Muslim. Puluhan tahun kemudian, Qaradawi menulis dengan bangga hubungannya dengan kedua lembaga tersebut dalam memoarnya.
Hasan Al-Banna, pendiri Ikhwanul Muslimin merupakan tokoh yang dia jadikan guru spiritualnya. Konsepsi Islam yang komprehensif (shumuli) Al-Banna, yang menggabungkan pribadi, sosial dan politik, yang mengilhami pemahaman Qaradawi tentang peran Islam dalam kehidupan publik, dikutip dari Al Jazeera, Selasa (27/9).
Qaradawi pernah dipenjara berulang kali pada 1940-an dan 1950-an karena keterkaitannya dengan Ikhwanul Muslimin, dia bahkan kerap disiksa di dalam penjara.
Dalam karyanya yang terkenal yang terbit pada 1982, Kebangkitan Islam: Antara Penolakan dan Ekstremisme, Qaradawi dengan tegas mengecam kekerasan yang dilakukan kelompok ekstremis Al-Qaidah dalam serangan teror 11 September di AS, termasuk menentang jalan kekerasan dari kelompok-kelompok bersenjata seperti ISIS.