Hingga saat ini, publik, pelajar dan mahasiswa Saudi Arabia masih diliputi ketidakmengertian atas sikap ulama Saudi yang tetap diam dan tidak menjelaskan sikap mereka terhadap tragedi pembantaian kaum Muslimin di Libanon oleh tentara Israel. Padahal agresi militer Israel ke Libanon telah melebihi tiga pekan, dan memakan korban lebih dari 300 orang.
Sejumlah pengamat memandang sikap ‘tutup mulut’ ulama Saudi ini terkait dengan trauma sebagian mereka pada tahun 90-an, saat mereka secara vokal menentang sikap kerajaan yang memberi izin pangkalan militer AS di Saudi untuk ‘membantu’ Kuwait yang dianeksasi oleh Irak. Ketika itu, sejumlah ulama yang vokal menentang, mendapat risiko penangkapan dari pihak kerajaan. Terlebih lagi, beberapa waktu lalu, kerajaan Saudi secara resmi malah mengkritik Hizbullah Libanon yang menahan dua serdadu Israel pada 12 Juli lalu dan berhasil menewaskan 8 orang tentara Israel.
Salah seorang mahasiswa di Jeddah, mengatakan kepada Islamonline, dirinya memang heran dan terkejut dengan sikap diam para ulama. “Meski sudah berbagai pertemuan dan seminar digelar para ulama di musim panas ini, di mana para pemuda hadir dalam acara-acara tersebut, tapi para ulama tetap lebih mengutamakan diam terhadap tragedi yang kini berlangsung di Libanon.”
Meski serangan Israel membombardir Libanon sudah sangat melanggar ketentuan Internasional dan memakan banyak sekali korban sipil, toh berbagai situs para ulama dan tokoh Saudi tidak memuat apa-apa tentang sikap mereka. Situs-situs itu hanya memuat perkembangan berita terkait perang Israel dan Libanon, tanpa mengiringinya dengan sikap yang mereka ambil.
Tapi sikap diam ini sudah sedikit berubah, Syaikh DR. Fahd bin Salman Audah, pengelola situs Islamolyaom, berinisiatif memanfaatkan peristiwa ini guna lebih menggalang kebersamaan dan kesatuan pandangan terhadap masalah ini. Ia menyerukan kaum Muslimin untuk melepaskan perselisihan dan perbedaan untuk sementara ini. “Kita selaku para da’i dan ulama, harus memikul tanggung jawab krisis demi krisis ini, dari sudut keimanan bahwa Allah swt akan memberi hukum yang adil,” ujarnya.
Ia juga menyebutkan, “Kewajiban kita adalah turut merasakan penderitaan Muslim Libanon dan tidak membiarkan Israel bertingkah seperti polisi dunia yang bisa melakukan apa saja semaunya.”
Meski sebagian besar para ulama dan tokoh agama Saudi masih diam, namun para budayawan Saudi sudah menjelaskan sikap mereka. Beberapa waktu lalu, 73 tokoh budayawan Saudi mengecam habis tindakan Israel atas Libanon. Mereka lalu menuntut negara-negara Arab untuk membela Libanon dan Palestina. Mereka bahkan mengkritik sikap kerajaan Saudi yang justeru melontarkan kritik terhadap Hizbullah Libanon, karena hal itu akan dianggap sebagai lampu hijau bagi Israel untuk lebih mengintensifkan kekuatan penghancurnya untuk melumpuhkan Libanon yang penduduknya mayoritas Muslim. (na-str/iol)