Kontroversi Murtadnya Rifka Mohammed

Mengapa Rifqa keluar dari Islam? Pertanyaan itu belum terjawab, karena Rifqa Mohamed Bary, remaja 17 tahun keturunan Sri Lanka itu kini berada dalam perlindungan seorang keluarga pastor Kristen Evangelis di Orlando, AS. Tapi pemberitaan kasus perpindahan agama Rifka dari seorang muslim menjadi seorang Kristiani terkesan dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk memojokkan Islam dan Muslim.

Tariq Rasheed, direktur Islamic Center di Orlando menyesalkan kasus Rifka digambarkan sedemikian rupa sehingga menimbulkan gambaran yang negatif terhadap Islam, bahkan menjurus ke fitnah terhadap Islam. Padahal menurut Rasheed, yang menjadi inti persoalan kasus ini adalah masalah keluarga.

"Kami merasa frustasi karena ini masalah keluarga. Tapi yang dimunculkan dari kasus ini sudah memfitnah dan memberikan gambaran negatif pada agama kami (Islam)," kata Rasheed seperti dilansir Orlando Sentinel, edisi Senin (31/8).

Kontroversi ini berawal ketika Rifqa meninggalkan rumah keluarganya di Ohio bulan Juli lalu ke Orlando. Di Orlando inilah Rifqa melepas agama Islamnya dan memeluk agama Kristen. Rifqa menolak pulang ke rumahnya dengan alasan takut keluarganya marah karena perpindahan agamanya itu, meski ayah Rifqa mengatakan bahwa ia hanya ingin Rifqa pulang dan akan mengijinkan Rifqa memeluk agama Kristen.

Tapi para aktvis agama Kristen Evangelis di Orlando memanfaatkan kasus Rifqa dengan mengatakan bahwa kasus ini merupakan ujian bagi kebebasan beragama. Mereka juga melobi aparat hukum agar Rifqa tetatp bisa tinggal di Florida. Hakim di Florida memutuskan bahwa Rifqa akan berada di bawah perlindungan sampai proses hearing di pengadilan tanggal 3 September besok.

Yang memprihatinkan, para aktivis Kristen menuding kitab suci umat Islam Al-Quran mengajarkan bahwa orang yang murtad harus dibunuh. Tudingan yang memicu reaksi keras dari para pemuka Muslim di AS.

"Tak ada satu ayat pun dalam Al-Quran yang isinya harus menghentikan seseorang yang ingin memilih agama atau keyakinannya. Tidak ada hukuman bagi mereka yang ingin pindah agama," tukas Rasheed.

Asisten profesor jurusan agama di Universitas Florida, Gwendolyn Zoharah Simmons menyatakan bahwa non-Muslim tidak memahami ayat-ayat Al-Quran tentang murtad dan hukuman "mati untuk kehormatan" dalam hukum Islam.

"Mereka mengasumsikan bahwa syariah dan Al-Quran itu sama. Hukum diterapkan dalam pengadilan, bukan oleh perseorangan atau anggota keluarga," ujar Simmons.

Ia mengkritik mereka yang sudah menimbulkan ketakutan soal hukum Islam, padahal tidak memahami ajaran Islam itu sendiri. "Yang memalukan dari kontroversi ini, adalah mereka yang seharusnya memahami masalah ini lebih baik dan menganut nilai-nilai yang berbeda dengan Islam, berusaha mengulangi lagi stereotipe dan ingin menyulut sikap pengabaian dan kekerasan," kritik Simmons. (ln/iol)