Pemilu Afghanistan baru saja usai. Hari ini, di negara itu, AS dan sekutunya telah menggunakan alat yang salah.
Operasi perang AS dan sekutunya telah memasuki tahun ke delapan di Afghanistan. Tadinya, invasi inginnya dilakukan dengan cepat, dan segera menang perang, namun telah terbukti tidak berhasil. Pengalaman di Iraq sama sekali tak bisa disederhanakan di Afghanistan, dan hal itu tak juga membenarkan minimnya progres yang dicapai AS. Masalah justru muncul sehubungan dengan Washington yang telah salah mengerti alam Afghanistan dan tantangannya.
Di Iraq, meruntuhkan Saddam begitu mudahnya. Namun menetapkan sebuah pemimpin baru begitu sulit. Dan Afghanistan adalah negara yang jauh lebih besar daripada Iraq, dengan segudang permasalahannya: tingkat baca tulis hanya 28 persen, pemerintahan yang korup, negara yang berubah menjadi ladang opium—dan itulah satu-satunya sekarang yang diproduksi oleh Afghanistan dan dikirim ke luar negeri. Menyedihkan, karena negara ini dihuni oleh orang-orang Islam.
Apakah operasi militer AS berjalan? Ada dua hal yang berjalan bersamaan: menstabilkan Afghanistan namun membuat Pakistan tidak stabil. Taliban semakin menyebar ke semua pelosok sekarang. Perang di Afghanistan—seperti di Iraq—tak akan pernah menang secara militer. Dan seiring dengan berjalannya pemilu yang menempatkan Hamid Karzai sebagai presiden lagi, maka AS hanya menang secara politik. Sudah itu saja.
Setelah pemilu berlalu, setelah itu tak ada lagi yang baru. Semuanya berjalan seperti biasa lagi, dan Taliban masih akan tetap terus melanjutkan perjuangannya. Para tuan tanah di Afghanistan sudah mulai berbalik arah lagi menuju penguasa dan kekuatan asing, sementara kekuatan militer AS, sesungguhnya semakin hari semakin berkurang, terutama dari segi motivasi tentara, sedangkan prioritas AS di negaranya sendiri bertebaran di mana-mana.
Daripada terus-terusan mengonsentrasikan pasukan tentara di Afghanistan, lebih baik AS segera menarik mundur pasukannya. Lima tahun ke depan Afghanistan masih akan diperintah seorang presiden yang tak dikehendaki rakyatnya, namun merupakan instalasi asing, dan untuk itu, AS bisa sejenak beristirahat, untuk kemudian melakukan invasi lagi menjelang pemilu Afghanistan 2013. (sa/newsweek)