Menteri Dalam Negeri Prancis mengeluarkan instruksi pada kepolisian negeri itu, terkait penerapan larangan burka secara penuh di Prancis mulai minggu depan.
Dalam instruksi setebal 9 halaman itu, Menteri Dalam Negeri antara lain melarang polisi menangkap muslimah berburka yang berada di dalam atau di lingkungan masjid.
Instruksi itu juga mengingatkan warga masyarakat untuk tidak bertindak sendiri ketika melihat muslimah berburka di tempat umum, dengan memaksa muslimah bersangkutan untuk melepas burkanya.
Warga masyarakat yang melihat muslimah berburka di tempat umum, dihimbau untuk menelpon polisi, dan petugas polisi yang berwenang untuk menentukan apakah muslim itu melanggar aturan larangan berbuka, yang diancam dengan sanksi denda sebesar 150 euro.
Menurut aturan larangan berburka, para muslimah hanya dibolehkan mengenakan burka (pakaian longgar menutupi seluruh badan yang dilengkapi dengan cadar) di tempat pribadi mereka, seperti di rumah, di dalam kamar hotel, di dalam mobil (tapi tidak ketika sedang menyetir mobil). Larangan burka, termasuk larangan mengenakan cadar.
Polisi di Prancis sebenarnya mengeluhkan diberlakukannya aturan larangan berburka di tempat umum. Mereka merasa "memburu para pemakai burka" akan membuang-buang waktu saja.
"Ada persoalan lain yang lebih penting, yang harus kami urus," kata Denis Jacob, anggota Persatuan Aliansi Polisi di Prancis.
Prancis akan mulai memberlakukan larangan burka pada 11 April mendatang. Dengan demikian, Prancis menjadi negara kedua di Eropa setelah Belgia, yang melarang burka. Belgia sudah memberlakukan larangan burka pada tahun 2010. Negara-negara Eropa lainnya, seperti Swiss, Belanda dan Spanyol juga sedang mempertimbangkan untuk memberlakukan larangan burka. Sedangkan di Inggris, wacana agar pemerintah Inggris memberlakukan larangan burka juga bergulir.
Untuk sosialiasi penerapan larangan berburka, poster-poster besar dipasang di Balai Kota di seluruh Prancis, bertuliskan "Republik ini hidup dengan wajahnya yang terbuka."
Kementerian Dalam Negeri Prancis mengatakan, aturan baru ini bukan bermaksud untuk mempermalukan, atau untuk melakukan penindasan. "Aturan ini untuk memastikan bahwa manusia tidak menutup wajahnya di tengah publik dengan cara yang membuat orang lain merasa terganggu," demikian pernyataan kementerian dalam negeri. (ln/DailyMail)