Di tengah makin meningkatnya gelombang anti-jilbab di Barat, Menteri Dalam Negeri Italia Giuliano Amato menyatakan menolak permintaan agar diberlakukan larangan berjilbab di tempat-tempat umum di negara itu.
"Jika kita mau melarang jilbab di tempat-tempat publik, maka akan segera muncul pertanyaan, ‘mengapa seorang biarawati dibolehkan mengenakan apa yang menjadi kebiasaannya, sedangkan muslimah tidak’, " ujarnya pada seperti dilansir surat kabar La Stampa.
Mendagri mengatakan bahwa konsitusi Italia menjamin kebebasan beragama dan menjalankan ibadah. Kalau ada larangan berjilbab, maka larangan harus dikenakan pada semua orang baik muslimah maupun biarawati.
"Jika seorang muslimah sakit dan dirawat di rumah sakit, dia tidak boleh mengenakan jilbab, sementara seorang biarawati dibolehkan, " kata Amato yang mencontohkan adanya ketidakadilan penerapan hukum.
Amato menambahkan, ia tidak setuju kalau yang dikenakan adalah cadar, tapi tidak masalah jika yang dikenakan hanya jilbab.
Belakangan ini, kelompok-kelompok kiri gencar mengkampanyekan anti-jilbab yang diidentikan dengan teror dan anti-integrasi. Kampanye itu dilakukan Partai Lega Nord, yang mengumpulkan tanda tangan untuk menentang jilbab. Partai itu juga meminta agar kaum perempuan yang mengenakan cadar ditangkap dan didenda.
Diperkirakan, saat ini ada sekitar 1, 2 juta Muslim di Italia, termasuk 20. 000 mualaf. (ln/iol)