Eramuslim.com – Omar Hassan al-Bashir kembali terpilih menjadi presiden Sudan setelah menang telak dalam pemilu yang diumumkan hasilnya pada Senin (27/4). Tahun ini dia sudah memimpin negara itu selama 32 tahun.
Diberitakan Reuters, pria 71 tahun ini mendapatkan suara hampir sempurna, yaitu 94,05 persen suara dalam pemilu yang digelar awal bulan ini. Partai Kongres Nasional (NCP) yang dipimpinnya memenangkan 323 dari 426 kursi parlemen.
Presiden Komisi Pemilihan Nasional Sudan Mukhtar al-Asim mengatakan dalam konferensi pers di Khartoum bahwa tingkat kehadiran pemilih hanya 46,4 persen, di atas perkiraan pengawas dari Uni Afrika yaitu 30-35 persen.
Pemilu Sudan kali ini menghadapi banyak perpecahan dan langkah oposisi yang memboikot pemilu karena menganggapnya permainan pemerintahan Bashir.
“Pemilih tidak mau repot memilih atau memerhatikannya karena mereka tidak melihatnya sebagai pemilu sebenarnya. Bahkan para pendukung pemerintah tidak ingin buang waktu datang ke pemilihan karena mereka sudah tahu siapa yang akan menang,” kata Abdelwahab El Effendi, ahli Sudan di Universitas Westminster.
Bashir telah memimpin Sudan sejak tahun 1989 saat dia memimpin kudeta militer tidak berdarah yang menggulingkan Perdana Menteri Sadiq al-Mahdi. Sebelum pemilu kali ini, dia telah memenangkan tiga pemilihan presiden berturut-turut.
Pemerintahannya dikritik karena mengekang media, organisasi publik dan politik. Uni Eropa menuduh Sudan gagal menggelar dialog untuk mengakhiri konflik atau sekadar menciptakan lingkungan yang kondusif untuk pemilu.
Namun dalam pidatonya, dia membalas tuduhan tersebut.
“Dengan pemilu ini, rakyat Sudan memberi dunia pelajaran etika dan integritas. Kami tidak menerima pengawasan atau dikte dari negara lain. Sudan adalah negara bebas dan kami tidak menerima perintah negara lain,” ujar Bashir, disambut riuh pendukungnya. Menjalani kembali pemerintahannya, Bashir masih menghadapi tantangan yang sama, yaitu pemberontakan.
Sudan menghadapi pemberontakan di wilayah Darfur sejak tahun 2003 dan separatisme terpisah di Blue Nile serta Selatan Kordofan sejak berpisah dengan Sudan Selatan pada 2011. Bashir sendiri didakwa atas kejahatan perang oleh Mahkamah Pidana Internasional karena genosida dan kekejaman lainnya dalam memberantas pemberontak di Darfur, sebuah tuduhan yang dia bantah.(rz)