Mempersiapkan Pendeta Untuk Perang

Matahari musim panas menyengat di atas helm Kevlar. Pria dan wanita yang tubuhnya nampak gemuk itu, terbebani dengan ransel yang berat, dan mereka merangkak melalui pasir, di bawah kawat berduri dan belajar bagaimana menjalankan misi latihan sebagai tentara.

Simulasi medan perang dengan berbagai tembakan dan senjata, serta mengikuti instruksi instruktur dengan senjata yang terus menyalak, akhirnya membuat mereka menjadi militer yang akan tangguh di perang itu. "Anda tidak mengikuti instruksi sederhana. Ikuti aku sementara aku bergerak!! Anda tidak mempunyai pilihan! Mari kita pergi!"

US Army Chaplain Center dan Sekolah di Fort Jackson, Carolina Selatan, di mana Angkatan Darat Amerika Serikat, sedang mempersiapkan para pendeta yang dilatih dengan latihan militer yang sangat berat, sebagaimana latihan tentara Amerika Serikat, dan mereka akan mendampingi tentara Amerika Serikat di medan tempur di seluruh dunia.

Setelah banyak dari pendeta menyelesaikan latihan yang berat US Army Chaplain Center, Carolina, mereka akan dikirim ke medan perang di Afghanistan dan Irak. Di mana ledakan dan tembakan yang tidak disimulasikan. Karena, mereka akan benar-benar menghadapi medan tempur yang dahsyat, bersama dengan tentara Amerika Serikat. Para pendeta itu, selanjutnya akan membawa missi yang akan mendampingi tentara Amerika Serikat di medan tempur, dan memberikan bekal "iman" kepada mereka, agar tidak lembek ketika menghadapi musuh di Irak dan Afghanistan.

Calon pendeta di US Army di Fort Jackson di South Carolina.

Di Fort Jackson, di wilayah hutan yang sangat lebat, sedang berlangsung latihan perang kota, di mana para calon pendeta itu, dilatih menghadapi perang kota, bersama dengan tentara Amerika Serikat. Dengan truk dan pengangkut personil mereka mensimulasikan perang kota, menghadapi pasukan musuuh "al-Qaidah", yang akan mengancam keamanan nasional Amerika Serikat.

Para instruktru itu memberikan arahan, dan mengatakan menjadi pendeta dalam pertempuran adalah salah satu pekerjaan yang paling berbahaya, karena pendeta bergerak dari medan tempur ke medan tempur lainnya untuk melayani tentara.

"Setelah Anda bergerak di belakang kendaraan, pendeta, yang tidak menggunakan senjata, akan tinggal di belakang tank atau roda tank baja. Itu adalah tempat paling aman bagi anda untuk menjadi pendeta," teriak instruktur di depan para pendeta yang berbaris panjang yang menjalankan latihan khusus ini.

Di medan Perang, Pendeta Sama Dengan Tentara Lainnya.

Mengenakan kamuflase dan rompi anti peluru di tubuh, dan sebuah patch dua inci yang menandakan agama mereka. Pendeta Kristen memakai, lintas pendeta Yahudi menggunakan identitas yang menunjukkan Sepuluh Perintah.

"Di sekolah saya sudah terbiasa untuk duduk di meja dan membaca dan menulis, jadi pasti sedikit berbeda dengan milier yang menekan latihan fisik," ujar Letnan Adri Bullard. Dia adalah seorang seminaris Metodis, mengejar gelar Master di Divinity di sekolah pendeta di Vanderbilt University.

Bullard adalah salah satu diantara 200 pendeta dan calon pendeta akan melalui berbagai tahap sekolah pendeta pada waktu tertentu. Di kelas Bullard calon pendeta, kelompok mencakup berbagai latar belakang pendidikan dan umur. "Kami punya dua siswa kami yang sebenarnya dalam usia 50 tahun dan kami memiliki dua yang 22," kata Pendeta Mayor Harold Cline, yang merupakan instruktur.

U. S. Angkatan Darat mempekerjakan sekitar 2.900 pendeta. Sekitar setengah adalah tugas aktif dan yang lainnya melayani dalam cadangan. Delapan ratus pendeta dan asisten pastor dikerahkan dalam perang melawan teror dan 300 dari mereka melayani di Timur Tengah dan Afghanistan, menurut juru bicara Angkatan Darat Amerika Serikat.

Dalam rangka untuk bergabung dengan barisan, seorang anggota pendetajuga harus memenuhi persyaratan penahbisan dari iman mereka sendiri dan didukung oleh mereka untuk bergabung dengan militer.

Bullard setidaknya mengikuti selama satu tahun sekolah sebelum ia dapat ditahbiskan di gerejanya untuk melayani sebagai pelayan penuh waktu dan seorang pendeta tugas aktif.

Usai latihan dan pendidikan mereka akan di kirim ke medan perang di Irak, Palestina, Afghanistan, dan wilayah konflik lainnya, di seluruh dunia, memberikan motivasi kepada tentara Amerika Serikat yang sedang perang, agar mereka tidak putus asa dan melakukan bunuh diri. (mas/cnn)