David Gergen, menegaskan, Gadhafi menghadapi hari-hari akhir kekuasaannya, meskipun ia berusaha mencoba terus bertahan dengan kekuasaannya. Dan, itu sangat mustahil, karena sudah kehilangan dukungan politik yang luas, banyak anggota kabinetnya yang menjadi pilar kekuasaannya membelot, ucapnya.
Dunia internasional sudah tidak lagi mendukung, para diplomat Libya, dan bahkan Menteri Luar Negeri Kousa telah melarikan diri. Sekarang, Gadhafi menghadapi serangan yang dahsyat dari Nato, dan menghancurkan pusat pemerintahannya di ibukota Tripoli.
NATO telah meningkatkan pemboman, dan melakukan tekanan diplomatik serta ekonomi. Betapa Gadhafi tinggal menghitung hari. Presiden AS Barack Obama telah mengultimatumnya, dan meminta Gadhafi segera meninggalkan kekuasaannya, tambanya.
David Gergen seorang analis politik senior CNN dan pernah menjadi penasihat empat presiden AS. Gergen adalah Profesor dan Direktur Center for Public Leadership di Harvard University Kennedy School of Business, memberikan analisisnya, bahwa Gadhafi nampaknya tak akan mau mundur, dan akan memilih mati dibungkernya.
Empat bulan Gadhafi telah melakukan penindasan yang kejam, dan banyak membunuh rakyatnya, dan nampaknyadapat di Libya, Moammar Gadhafi tampaknya telah memasuki hari terakhirnya, ucap David Gergen. Menurut Gergen, tampaknya Gadhafi sudah berada diambang akhir kekuasaannya, dan mungkkin pemimpin Libya itu pekan ini akan menyerahkan kekuasaannya, atau mungkin pada awal pekan ini, mungkin sedikit lebih lama.
Bahwa sosok pepatah kita telah mendengar banyak tentang akhirnya mencekik rezimnya. Pasukan NATO tidak hanya disebut dalam helikopter tempur tetapi juga ditingkatkan pemboman ke tingkat yang mengerikan – baru-baru ini, sebanyak 10 atau 12 malam ledakan terdengar di Tripoli, kemarin, puing-puing memantul lebih tinggi, dengan lebih dari 80 bom hujan bawah pada modal di siang hari penuh, tambah Gergen.
Tidak mengherankan, orang-orang yang menjadi inti dalam lingkaran kekuasaannya meninggalkannya. Karena prospek kekuasaannya sudah diambang kejatuhan. Para Jenderal dan pejabat sipil sama-sama pergi dan melarikan diri, dan jumlahnya semakin banyak. Gadhafi hanya bergantung pada sisa-sisa pasukannya yang loyal, yang dipimpin anaknya, tetapi nampaknya dia sulit bisa bertahan lebih lama lagi.
Kesulitan Keuangan, akibat asset-asset diluar negeri dibekukan, ditambah adanya tekanan diplomatik yagn terus meningkat. Pengeruh dan dampaknya cukup signifikan bahwa dalam beberapa minggu terakhir, baik pemerintah Rusia dan Turki telah berbalik melawan Gadhafi, yang selama ini diharapkan dukungannya.
Semuanya ini, menjadi tanda-tanda akhir dari kekuasaannya, yang tidak mungkin bisa diperpanjang dan lebih lama lagi. Apalagi, sesudah pertemuan para pemimin G8 di Perancis, yang menjadikan krisis Libya menjadi agenda mereka. Para pemimpin negar industri G8, bersepakat bahwa Gadhafi harus turun dari kekuasaannya. Termasuk Presiden Barack Obama, jelas-jelas meningkatkan tekanan agar Gadhafi segera meningalkan Libya. Inilah dentang lonceng "kematian" bagi kekuasaan rezim Gadhafi.
Belum ada cerita hasil pembicaraan antara utusan Rusia dengan pejabat Libya yang menjadi "brokers" politik yang mewakili kepentingan G8. Rusia ingin mendapatkan "imbalan" dari jasanya melengserkan Gadhafi. Rusia ingin mendapatkan konsesi minyak Libya, yang mungkin akan dibagi-bagi oleh negara-negara Barat, yang berhasil menggulingkan Gadhafi dengan kekuasaan baru di negeri Afrika Utara itu.
Jatuhnya Gadhafi tentu saja belum menjadi sebuah akhir cerita. Sumber-sumber intelijen AS terus memberitahu wartawan Amerika bahwa mereka tidak tahu banyak tentang kekuatan oposisi yang sekarang ini menjadi kekuatan politik baru di Libya. Kekuatan opoisi ini juga masih menjadi teka-teki yang sulit ditebak kemana arah politik dan orientasinya. Bagiamana dengan Barat sekarang? Belum begitu jelas. l
Tentu, pemerintah Barat – khususnya Prancis dan Inggris, tetapi marilah kita jujur, pemerintahan Obama juga – akan telah mendapatkan kuntungan yang besar, jika Gadhafi turun. Para pemimpin Inggris dan Perancis menggalang koalisi internasional, dan pasukan militer mereka lebih efektif melumpuhkan garda nasional Libaya.
Presiden Obama,mengambil pendekatan menerapkan pendekatan diplomasi, tidak mau terlibat dalam perang darat, takut resiko yang terlalu akan dihadapinya, karena AS masih menanggung beban di Irak dan Afghanistan, serta Pakistan. Obama lebih senang yang berperan Inggris dan Perancis, yang sekarang "all out" menggunakan armada militernya. Menghancurkan seluruh infrastruktur militer Libya, yang menjadi tulang punggung Gadhafi.
Obama masih harus membuktikan kepemimpinannya menciptakan lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi. Presiden AS itu masih berkutat di dalam negeri, dan mungkin tidak ingin terlibat perang di gurun Libya, yang akan menyeret AS lebih dalam lagi ke situasi krisis, yang sampai sekarang belum berakhir. Apalagi, Obama harus bertarung di tahun 2012, menghadapi pemilihan presiden, ujar David Gergen. (mh)