Hampir seluruh media massa internasional sepakat, setelah memperhatikan proses pemilu Majlis Syuro Mesir yang digelar hari Senin (11/9). Mereka menegaskan bahwa proses pemilu itu justru memunculkan fakta kekerasan, keterlibatan keamanan yang melarang para pemilih memberikan suara mereka.
New York Times, dalam situsnya menyebutkan pasukan keamanan telah melarang banyak warga Mesir yang ingin memberikan suara mereka. Pelarangan itu dilakukan dengan terbuka dan sangat intensif terutama di sejumlah lokasi yang dianggap sebagai basis pendukung Al-Ikhwan Al-Muslimun. Sejumlah aktifis Al-Ikhwan mengatakan mereka bahkan mengalami pemukulan oleh pihak keamanan, saat mereka ingin memberikan suaranya.
New York Times juga mengutip kesaksian seorang warga Mesir yang menyebut bahwa pengamanan Mesir memaksa sejumlah warga untuk memberikan suara untuk kepentingan calon partai nasional demokratik, yang kini berkuasa. Harian yang terbit di AS itu juga menyebutkan bagaimana pemilu ini merupakan bentuk pertama yang berlaku pasca revisi undang-undang politik yang melarang penggunaan simbol agama dalam aksi politik. Revisi undang-undang itu dianggap memiliki target untuk mengekang aksi politik Al-Ikwhan Al-Muslimun yang tetap ingin terlibat dalam pemilu, meskipun mereka mengangkat syiar “Islam adalah Solusi”.
Laporan itu, tidak jauh berbeda dengan apa yang ada dalam situs BBC. Media Inggris itu menyebutkan bahwa pemilu Majlis Syuro belum banyak berbeda dengan sebelumnya. Ini karena sejumlah aksi kekerasan hingga mengakibatkan jatuhnya korban meninggal salah satu warga Mesir. Ahmad Abdussalam yang meninggal dalam proses pemilu itu adalah salah satu pendukung calon independen di Husainiya. Ia tewas tertembak oleh senjata yang diarahkan oleh seorang pro Partai Nasional Demokratik yang berkuasa.
BBC juga menyebutkan pasukan keamanan Mesir yang bahkan mengepung lokasi pemilu hingga melarang para penduduk untuk menyampaikan suara mereka di lokasi-lokasi basis Al-Ikhwan Al-Muslimun. Dalam laporannya disebukan pula bahwa pemerintah Mesir ngotot untuk membatasi keterlibatan para anggota Al-Ikhwan Al-Muslimun dalam kehidupan politik di Mesir. Salah satu bentuk sikap ngotot-nya pemerintah Mesir adalah dengan memaksakan revisi UU Politik yang melarang penggunaan simbol agama dalam aktifitas politik.
Seperti diketahui, sistem politik Mesir menganut sistem dua kamar, Majelis Rakyat dan Majelis Syuro. Di Mesir, pendirian partai politik harus disetujui pemerintah. Meski bukan partai politik, namun secara resmi, Al-Ikhwanul Al-Muslimun yang terlibat dalam pemilu mengajukan para calon independen. Al-Ikhwan Al-Muslimun, pengaruhnya sangat kuat di Mesir dan Mubarak berupaya membatasi pengaruh Al-Ikhwan di masyarakat Mesir. (na-str/ikhl)