Sebuah polling yang dilakukan Le Moyne College and Zogby International bertema Tentara AS di Irak menunjukkan, bahwa mayoritas tentara AS di Irak menginginkan AS untuk segera mengakhiri penjajahannya di Irak dalam waktu satu tahun ini, seiring makin melemahnya dukungan di kalangan masyarakat AS sendiri terhadap kebijakan perang pemerintahnya di Irak
Hasil polling menunjukkan, 72 persen responden meyakini bahwa AS harus segera angkat kaki dari Irak dalam satu tahun ini. Sementara, 53 persen responden mengatakan, jumlah pasukan AS dan misi pengeboman seharusnya dilipatgandakan untuk mengendalikan gerakan kelompok pejuang Irak.
Polling dilakukan dengan cara wawancara tatap muka dengan 944 tentara, di sejumlah lokasi di Irak. Penyelenggara polling mengatakan, margin error dari hasil polling itu adalah 3,3 persen.
Dari hasil polling diketahui, hanya 23 persen dari para tentara yang disurvei meyakini bahwa tentara AS harus tetap bercokol di Irak ‘sepanjang masih dibutuhkan’, yang merupakan formula Presiden AS George W. Bush dalam mempertahankan pasukannya di negara yang telah terkoyak oleh agresinya itu.
Sebaliknya, 29 persen responden mengatakan bahwa pasukan AS harus segera meninggalkan Irak, 22 persen mengatakan pasukan AS harus angkat kaki dalam 6 bulan ini dan 21 persen mengatakan antara 6 sampai satu tahun.
Dukungan agar AS segera tinggalkan Irak kebanyakan berasal dari kalangan tentara cadangan dan pasukan garda nasional, masing-masing 89 dan 82 persen. Tapi dukungan itu amat rendah di kalangan pasukan militer regular (70 persen) dan marinir (58 persen).
Dari hasil polling juga diketahui, hanya 58 persen responden yang mengaku mengetahui dengan jelas tentang misi invasi ke Irak, 42 persen mengaku samar-samar, sangat tidak jelas atau mengaku bahwa mereka tidak yakin atau sama sekali tidak paham dengan misi invasi ini.
Mayoritas responden (85 persen) menyatakan, misi utama AS ke Irak adalah ‘balas dendam atas peranan Saddam Hussein dalam serangan 11 September.’ 77 persen responden mengatakan ‘untuk menghentikan Saddam dalam melindungi Al-Qaidah di Irak.’ Hanya 24 persen yang mengatakan bahwa ‘pembangunan demokrasi yang bisa menjadi model bagi dunia Arab’ yang menjadi alasan utama perang AS di Irak.
93 persen responden menyatakan, menghancurkan senjata pemusnah massal bukan alasan atas kehadiran pasukan militer AS di Irak.
Padahal seperti yang dikatakan Presiden Bush, alasan utamanya menyerang Irak pada Maret 2003 adalah untuk memusnahkan senjata pemusnah massal. Sampai akhirnya, laporan kepresidenan AS baru-baru ini mengungkap ‘kesalahan besar’ pemerintahan Bush soal senjata pemusnah massal di Irak.
Sementara itu, lebih dari 80 persen responden mengaku, mereka tidak memiliki pandangan yang negatif atas serangan-serangan yang dilakukan oleh kelompok-kelompok pejuang di Irak.
55 persen responden mengatakan, penggunaan kekerasan dan ancaman dalam menginterogasi para tahanan untuk mendapatkan informasi, tidak pantas dilakukan dan bertentangan standar etika kemiliteran.
Dukungan masyarakat AS terhadap kebijakan perang pemerintahnya di Irak, juga semakin menurun. Polling yang dilakukan CBS News menunjukkan bahwa 62 persen responden dari kalangan rakyat AS menyatakan, upaya AS untuk menertibkan situasi di Irak semakin memburuk. Saat ini jumlah pasukan AS yang di Irak mencapai 136.000 orang. (ln/iol)