Masalah politik di Libanon, ibarat makanan pokok sehari-hari. Masyarakat Libanon, sejak kanak-kanak hingga orang dewasa, bahkan orang tua, berbicara tentang ragam perkembangan politik yang terjadi di berbagai tempat. Jadi bukan hanya bicara soal politik Libanon saja, masyarakat juga aktif mendiskusikan tema-tema politik negara tetangga hingga dunia internasional. Mereka bicara masalah politik di Suriah, Iran, AS dan lainnya.
Akan tetapi tradisi ngompol (ngomong politik) ini ternyata tidak dikehendaki sebagian orang. Bila kebetulan kelompok yang anti bicara politik itu mempunyai sebuah toko, maka biasanya mereka menggantungkan pengumuman di depan tokonya agar pengunjung tidak membicarakan masalah politik di dalam tokonya. “Roja’ adamu taallum fi siyasah” (mohon tidak bicara tentang politik), atau yang lebih keras lagi dituliskan kalimat “mamnu’ takallum fi siyasah” artinya dilarang keras bicara masalah politik. Tulisan itu ditempel di pintu sebuah mini market di Libanon.
“Saya menampilkan pengumuman itu setiap pagi sejak saya membuka toko. Saya melakukan itu agar saya bisa memperoleh nafkah untuk makan. Toko saya juga bukan ruang untuk forum politik atau kantor partai, ” jelas seorang pemilik toko.
Fenomena ini terhitung baru di masyarakat Libanon. Diduga, kemunculan sikap apriori terhadap politik muncul pascaperang melawan Israel pada Juni 2006. Setelah itu, kemudian Libanon didera permasalahan politik dalam negeri yang semakin panas. Menurut Shatila, salah satu pakar sosial Libanon, menjelaskan bahwa pernyataan anti politik seperti itu terkait juga dengan sikap primordialisme, yang mengacu pada sistem sosial atau keagamaan. Sikap muak terhadap politik juga, tambahnya, merupakan dampak dari “perpecahan politik demikian mengganggu kehidupan rakyat Libanon dan memecah m ereka menjadi kelompok oposisi dan pemerintah. ”
Cerita punya cerita, menurut sejumlah penduduk sikap anti politik di Libanon ternyata bukan hanya melanda pemilik toko atau café. Tapi juga telah mulai merambah wilayah akademik perguruan tinggi atau sekolah-sekolah di bawahnya. Diakui, memang bobot politik yang terjadi di masyarakat Libanon telah melewati kadar normal sehingga masyarakat berbalik menjadi apolitis.
Di Libanon, anak kecil usia lima atau enam tahun sudah peduli dengan politik dan kerap bertanya tentang persoalan politik besar negara. Misalnya saja diskusi tentang partai, afiliasi orang tua mereka, juga tentang perkembangan peristiwa politik terkait pemilu dan semacamnya. (na-str/aljzr)