Sebuah polling yang dilakukan oleh lembaga think tank Theos menunjukkan bahwa mayoritas responden dari kalangan warga Inggris dan Skotlandia, tidak terpengaruh dengan isu terorisme yang dikait-kaitkan dengan Islam.
Menurut hasil polling yang dirilis pada Kamis (12/7), masyarakat Inggris dan Skotlandia masih memiliki pandangan yang positif tentang Islam, bahwa Islam adalah agama yang damai. Meskipun belakangan ini Inggris dan Skotlandia diguncang dengan insiden di bandara Glasgow dan terungkapnya rencana serangan teroris.
"Meski terjadi insiden bom mobil yang gagal, 60 persen responden meyakini Islam pada dasarnya adalah agama yang damai, " ujar Direktur Theos Paul Woolley.
Tapi dibandingkan dengan warga Inggris, masih menurut hasil polling itu, sikap positif terhadap Islam lebih kuat di kalangan masyarakat Skotlandia. Hampir 69 persen responden di Skotlandia yang meyakini Islam adalah agama yang damai, dan hanya 7 persen responden yang menyatakan tidak yakin.
Woolley mengungkapkan, kesigapan para pemuka Muslim menjelaskan tentang Islam dan mengeluarkan kecaman terhadap aksi-aksi terorisme, telah membantu membangun kepercayaan dan solidaritas nasional terhadap warga Muslim.
Meski demikian, hasil polling Theo menunjukkan bahwa insiden di bandara Glasgow dan terbongkarnya rencana serangan teroris di Inggris, telah merusak citra agama Islam. Dari hasil polling diketahui bahwa lebih dari 7 dari 10 orang yang percaya bahwa serangan-serangan itu telah merusak citra Islam. Dan hampir 45 persen responden mengatakan bahwa secara umum reputasi Islam rusak akibat insiden-insiden itu.
Hasil polling juga menunjukkan bahwa kelompok yang paling banyak menilai bahwa Islam identik dengan kekerasan adalah kelompok anak-anak muda. Sekitar 28 persen responden usia 18-24 tahun percaya bahwa Islam adalah agama perang dan tidak bisa berdampingan dengan budaya Barat.
"Kecenderungan ini menjadi peringatan bagi pemerintah dan kelompok-kelompok masyarakat, bahwa anak-anak muda yang pada umumnya lebih bersikap positif terhadap hal-hal yang bernuansa sipiritual, ternyata memiliki pandangan yang lebih negatif terhadap Islam dibandingkan dengan pandangan masyarakat pada umumnya, " ujar Woolley.
Melihat situasi ini, Woolley menyerukan agar pemerintah dan para pemuka Muslim lebih mempererat kerjasama, agar hubungan dengan warga minoritas Muslim tidak memburuk.
"Ini adalah hal yang perlu kita perhatikan, tentang bagaimana kita membangun sebuah hubungan sosial dan menghindari apa yang disebut ‘benturan peradaban’, " tukas Woolley. (ln/iol)