Masyarakat dunia Arab bersikap skeptis atas kunjungan kandidat presiden AS Barack Obama ke Israel dan wilayah pendudukan Palestina hari Rabu kemarin. Bagi mereka, kunjungan Obama itu tidak lebih sebagai upaya Obama untuk menunjukkan bahwa ia akan memprioritaskan kepentingan Israel, jika terpilih menjadi presiden AS.
Mereka menilai, sikap Obama tidak berbeda dengan presiden-presiden AS sebelumnya yang bias dalam masalah konflik Israel-Palestina. "Dia tidak pernah berpihak pada perjuangan rakyat Palestina melawan penjajahan Israel. Dia tahu, dia tidak akan mampu melakukan itu, " kata Lana Bazzi, seorang mahasiswa di kota Beirut seraya menyebutkan kuatnya lobi-lobi Israel di AS.
Khalil Abu-Sarhan, seorang warga Palestina di Dubai mengecam pernyataan Obama yang mengatakan bahwa Yerusalem akan menjadi ibukota Israel. "Langkahi dulu mayat kami jika ingin menjadikan Yerusalem sebagai ibukota Israel, " tukas Abu-Sarhan.
"Dia (Obama) bicara seolah-olah Yerusalem miliknya atau milik orang-orang Israel. Kota itu milik nenek moyang kami yang membangunnya dengan keringat dan darah, " tukasnya.
Sebagian besar Muslim, dari Jalur Ghaza sampai wilayah Teluk, bahkan orang-orang Arab yang cenderung ber"kiblat" pada Amerika, mengungkapkan ketidaksenangannya dengan dukungan buta Obama pada Israel. Mereka mengatakan bahwa Obama harus mengubah gaya dan kebijakannya yang pro-Israel.
"Obama seharusnya bisa memulihkan kredibilitas AS yang hancur oleh ideologi perang salib Bush terhadap Arab dan Muslim, " kata Ibrahim Salameh, seorang pengusaha asal Yordania.
Emad Gad, analis di Pusat Studi Politik dan Strategi Al-Ahram di Kairo menyatakan, mayoritas masyarakat Arab merasa bahwa Obama seharusnya lebih sensitif terhadap bangsa Arab dan umat Islam dibandingkan dengan saingannya John McCain dari Partai Republik.
"Seharusnya ia (Obama) tidak bicara soal benturan peradaban atau bicara hal-hal yang negatif tentang Islam, tapi berkonsentrasi pada dialog, " kata Gad.
Analis politik dan mantan menteri perminyakan Kuwait, Ali al-Baghli mengatakan, Obama terlalu bersemangat untuk dilihat sebagai teman bagi Israel. "Tapi kami berharap, sebagai orang kulit hitam, Obama memahami penderitaan orang-orang miskin dan penderitaan rakyat Palestina, " ujar al-Baghli.
Amr Sawah, seorang pegawai kantor walikota di Damaskus melontarkan pernyataan yang lebih sinis lagi. "Obama tidak punya visi tentang wilayah ini. Dia bahkan mengadopsi kebijakan rasis terhadap Arab dan rakyat Palestina, untuk membuktikan bahwa dia sama dengan presiden-presiden kulit putih lainnya, " tukas Sawah.
Di Iran, analis politik Abdulreza Tajik berpendapat, jika Obama terpilih sebagai presiden, secara umum kebijakan pemerintah AS tidak akan berubah, cuma metodenya saja yang mungkin diubah.
Analis politik Iran lainnya yang tidak mau disebut namanya mengatakan, "Bukan tidak mungkin Obama akan menerapkan kebijakan yang lebih radikal dan lebih anti-Islam untuk membuktikan bahwa dirinya tidak dekat dengan sentimen-sentimen yang pro-Muslim." (ln/-alarby)