“Masya Allah, merinding melihat orang tawaf. Kemarin salat dari lantai dua, terlihat orang-orang tawaf seperti hari normal. Ribuan orang yang tawaf, tak ada jaga jarak. Merinding melihatnya,” kata Thobiduddin.
Thobibuddin – yang bekerja dan tinggal di Jeddah – beribadah di Masjidil Haram bersama Abdul Khair.
Ustaz dan penduduk Mekah ini mengatakan merasa sangat kehilangan ketika Masjidil Haram ditutup dan dibatasi dalam satu setengah tahun terakhir.
“Kami menangis, tak terbayang bagi umat Islam tak bisa masuk Masjidil Haram,” tutur Khair.
“Bagai orang puasa yang menunggu berbuka, [kami] kehausan melihat Masjidil Haram.”
Khair yang telah tinggal di Mekah selama lebih 30 tahun mengatakan, ia banyak dikontak oleh calon jemaah umrah serta agen perjalanan dari Indonesia, yang diperkirakan mulai diizinkan masuk pada November ini.
Sejak pelonggaran protokol kesehatan, imam di Masjidil Haram di Mekah dan juga di Masjid Nabawi di Madinah meminta para jemaah untuk meluruskan saf dan merapatkan barisan sebelum salat dimulai.
Ini adalah untuk pertama kalinya salat berjamaah di dua masjid tersebut dilakukan tanpa social distancing atau jaga jarak, sejak pandemi Covid-19 terjadi secara global sekitar satu setengah tahun lalu.
Selama kurun waktu ini, pihak berwenang di Arab membatasi jumlah jemaah dan salat berjamaah harus dilakukan dengan protokol kesehatan yang ketat.