Maskapai Penerbangan El Al Israel Akan Segera Akhiri Penerbangan ke Kairo

Maskapai Penerbangan El Al Israel Akan Segera Akhiri Penerbangan ke Kairo

Maskapai penerbangan Israel El Al akan segera mengakhiri rute penerbangan mingguan mereka ke Kairo, untuk pertama kalinya sejak penandatanganan perjanjian perdamaian 1979 antara Israel dengan Mesir, surat kabar Maariv melaporkan pada hari Minggu kemarin (16/9).

Rencana tersebut tertuang dalam surat yang dikirim oleh CEO El Al untuk Menteri Luar Negeri Israel Avigdor Lieberman, yang mengeluhkan persyaratan keamanan yang berat dan biaya operasional yang tinggi, membuat penerbangan ke Mesir menjadi tidak ekonomis.

“Operasi rute penerbangan ke Kairo dan memelihara infrastruktur yang diperlukan membutuhkan sejumlah besar sumber daya keamanan dan operasional, serta pengeluaran ekonomi yang berjumlah ratusan ribu dolar per tahun,” tulis CEO Eliezer Shakedi.

“Dengan biaya ekonomi yang tinggi dari operasi penerbangan ke Mesir ini, El Al tidak dapat terus menanggung biaya yang berat, dan karena itu berniat untuk menghentikan segera rute penerbangan ke Kairo,” kata surat itu, yang diterbitkan di Maariv.

Maskapai El Al belum mengomentari laporan tersebut, namun seorang juru bicara Lieberman menegaskan menerima surat itu. “Masalah ini sedang dibahas lebih mendalam,” kata Irena Etinger kepada AFP.

El Al telah terbang melalui rute antara Tel Aviv dan Kairo selama lebih dari tiga dekade, berjalan setidaknya satu penerbangan per minggu, Maariv mengatakan.

Namun sejak penggulingan Presiden Hosni Mubarak pada bulan Februari 2011 dan kerusuhan yang mengikutinya, maskapai memutuskan untuk mengoperasikan layanan secara minimal sesuai dengan kebutuhan komersial untuk memenuhi tuntutan pemerintah.

“Dalam situasi seperti ini dan mengingat situasi keamanan yang sensitif di Mesir, El Al harus membuat pengaturan khusus yang akan menekan biaya yang cukup besar,” tulis laporan Maariv.

Meskipun kedua tetangga menandatangani perjanjian perdamaian tahun 1979, hubungan kedua negara (Israel-Mesir) tidak pernah hangat, dan munculnya sebuah pemerintahan yang didominasi Islam telah menimbulkan kekhawatiran di Israel atas masa depan perjanjian damai tersebut.(fq/afp)